Pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah di Indonesia baru mencapai seperlima atau sekitar 20 persen dari kredit yang disalurkan perbankan.
Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui kredit perbankan masih menjadi masalah bagi kebanyakan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, seperti diungkap oleh konferensi internasional mengenai UMKM selama dua hari di Yogyakarta pekan lalu.
Pembiayaan UMKM di Indonesia baru mencapai seperlima atau sekitar 20 persen dari kredit yang disalurkan perbankan dengan total nilai Rp 640 triliun hingga Februari tahun ini. Padahal, data Badan Pusat Statistik menunjukkan di seluruh Indonesia terdapat 50 juta UMKM.
Yunita Resmi Sari dari Bank Indonesia mengatakan, rendahnya kredit yang tersalur ke UMKM akibat adanya informasi yang tidak simetris antara kedua pihak. Untuk kelayakan kredit, menurutnya, bank perlu pelaporan keuangan yang lengkap dan masuk akal namun mayoritas UMKM masih kesulitan untuk melakukannya.
“Ada keprihatinan dari negara-negara ini bahwa perlu ada pembahasan yang lebih spesifik mengenai upaya-upaya untuk meningkatkan akses keuangan dari UKM (Usaha Kecil Menengah). Ini rupanya bukan hanya masalah di Indonesia, menjadi masalah umum di hampir semua negara berkembang, bagaimana meningkatkan akses keuangan untuk UKM. Karena UKM ini menjadi tlang punggung ekonomi bagi hampir semua negara berkembang,” ujarnya pada pertemuan Aliansi Keuangan Inklusif yang beranggotakan para regulator bank sentral maupun kementerian keuangan dari 29 negara berkembang,
Kepala Bank Indonesia Wilayah Yogyakarat Arif Budi Santoso mengatakan penyerapan kredit perbankan di Yogyakarta untuk pembiayaan UMKM relatif tinggi yaitu mencapai 41 persen dengan nilai Rp 24 triliun.
“Sebenarnya dua-duanya ini butuh, sama butuhnya tapi tidak ketemu. UMKM (Usaha Menengah Kecil Mikro) butuh bank, bank juga butuh UMKM. Nah, (di) Yogya kita selalu memanfaatkan KKMB, Konsultan Keuangan Mitra Bank. Selalu kita ketemu dengan mereka untuk mempertemukan antar UMKM dengan bank. Forum bank kita ajak bicara, UMKM kita ajak bicara lalu kita pertemukan,” ujarnya.
Suparno, ketua Umum Asosiasi Peternak Sapi Jawa Tengah mengatakan, meski harus membayar premi asuransi sebesar 2 persen dari nilai jual sapi, petani merasa terlindungi dengan pembiayaan dari bank.
“Akses pembiayaan itu lebih mudah dan adanya rasa yakin ya pada peternak. Karena kalau terjadi sapinya mati karena melahirkan atau karena penyakit, kecelakaan atau dicuri orang nanti diganti klaim oleh pihak asuransi melalui konsorsium asuransi ternak sapi sebagai ketuanya PT Jasindo,” ujarnya.
Pertemuan Kelompok Kerja Usaha Kecil Menengah Aliansi Keuangan Inklusif di Yogyakarat merupakan forum konsolidasi dan berbagi pengalaman sukses negara anggota. Pertemuan merupakan ke dua kalinya sejak dibentuk Maret 2013 di Bangkok Thailand. Pertemuan pertama di Kuala Lumpur September 2013.
Pembiayaan UMKM di Indonesia baru mencapai seperlima atau sekitar 20 persen dari kredit yang disalurkan perbankan dengan total nilai Rp 640 triliun hingga Februari tahun ini. Padahal, data Badan Pusat Statistik menunjukkan di seluruh Indonesia terdapat 50 juta UMKM.
Yunita Resmi Sari dari Bank Indonesia mengatakan, rendahnya kredit yang tersalur ke UMKM akibat adanya informasi yang tidak simetris antara kedua pihak. Untuk kelayakan kredit, menurutnya, bank perlu pelaporan keuangan yang lengkap dan masuk akal namun mayoritas UMKM masih kesulitan untuk melakukannya.
“Ada keprihatinan dari negara-negara ini bahwa perlu ada pembahasan yang lebih spesifik mengenai upaya-upaya untuk meningkatkan akses keuangan dari UKM (Usaha Kecil Menengah). Ini rupanya bukan hanya masalah di Indonesia, menjadi masalah umum di hampir semua negara berkembang, bagaimana meningkatkan akses keuangan untuk UKM. Karena UKM ini menjadi tlang punggung ekonomi bagi hampir semua negara berkembang,” ujarnya pada pertemuan Aliansi Keuangan Inklusif yang beranggotakan para regulator bank sentral maupun kementerian keuangan dari 29 negara berkembang,
Kepala Bank Indonesia Wilayah Yogyakarat Arif Budi Santoso mengatakan penyerapan kredit perbankan di Yogyakarta untuk pembiayaan UMKM relatif tinggi yaitu mencapai 41 persen dengan nilai Rp 24 triliun.
“Sebenarnya dua-duanya ini butuh, sama butuhnya tapi tidak ketemu. UMKM (Usaha Menengah Kecil Mikro) butuh bank, bank juga butuh UMKM. Nah, (di) Yogya kita selalu memanfaatkan KKMB, Konsultan Keuangan Mitra Bank. Selalu kita ketemu dengan mereka untuk mempertemukan antar UMKM dengan bank. Forum bank kita ajak bicara, UMKM kita ajak bicara lalu kita pertemukan,” ujarnya.
Suparno, ketua Umum Asosiasi Peternak Sapi Jawa Tengah mengatakan, meski harus membayar premi asuransi sebesar 2 persen dari nilai jual sapi, petani merasa terlindungi dengan pembiayaan dari bank.
“Akses pembiayaan itu lebih mudah dan adanya rasa yakin ya pada peternak. Karena kalau terjadi sapinya mati karena melahirkan atau karena penyakit, kecelakaan atau dicuri orang nanti diganti klaim oleh pihak asuransi melalui konsorsium asuransi ternak sapi sebagai ketuanya PT Jasindo,” ujarnya.
Pertemuan Kelompok Kerja Usaha Kecil Menengah Aliansi Keuangan Inklusif di Yogyakarat merupakan forum konsolidasi dan berbagi pengalaman sukses negara anggota. Pertemuan merupakan ke dua kalinya sejak dibentuk Maret 2013 di Bangkok Thailand. Pertemuan pertama di Kuala Lumpur September 2013.