Mahkamah Agung Kazakhstan pada Senin (13/5) menghukum seorang mantan pejabat pemerintah karena menyiksa dan membunuh istrinya; dan menjatuhkan hukuman 24 tahun penjara dalam sebuah kasus yang mengguncang negara Asia Tengah itu.
Selama persidangan dalam kasus kematian Saltanat Nukenova, yang merupakan istri dari mantan menteri ekonomi Kazakhstan, Kuandyk Bishimbayev, ribuan orang mendesak pihak berwenang untuk menerapkan hukuman yang lebih berat untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pihak berwenang mengadopsi undang-undang yang memperberat hukum kekerasan terhadap pasangan.
Paham patriarki mengalir kuat dalam benak sebagian besar warga Kazakhstan, dan kemajuan isu-isu seperti KDRT, pelecehan seksual, dan kesenjangan dalam pekerjaan masih sangat lambat.
Persidangan Bishimbayev merupakan persidangan pertama di negara berpenduduk lebih dari 19 juta orang itu yang disiarkan secara daring, dan perdebatan mengenai kasus itu telah mendominasi media sosial.
Nukenova, 31, ditemukan tewas pada November lalu di sebuah restoran milik salah satu kerabat suaminya. Bishimbayev yang berusia 44 tahun itu bersikukuh bahwa ia tidak bersalah, sebelum akhirnya mengakui perbuatannya di pengadilan pada bulan lalu bahwa ia telah memukuli Nukenova dan "secara tidak sengaja" menyebabkan kematiannya. Awalnya tim pengacara Bishimbayev membantah bukti medis yang menunjukkan bahwa Nukenova meninggal karena pukulan di kepala.
Kerabat Bishimbayev, Bakhytzhan Baizhanov, juga dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena membantu Bishimbayev menutupi pembunuhan tersebut.
BACA JUGA: Bunuh Istri, Mantan Menteri Kazakhstan Dihukum 24 TahunBeberapa hari setelah kematian Nukenova, kerabatnya meluncurkan petisi online yang mendesak pihak berwenang untuk mengesahkan “UU Saltanat” guna mendorong perlindungan bagi mereka yang berisiko mengalami KDRT. Petisi itu dengan cepat mendapat lebih dari 150.000 tanda tangan. Saat persidangan dimulai, lebih dari 5.000 orang menulis surat kepada para senator, meminta hukuman yang lebih tegas terhadap pelecehan, ungkap sejumlah media di Kazakhstan.
Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev telah berulangkali bicara tentang penguatan perlindungan bagi perempuan. Pada Januri lalu, ia melakukan intervensi setelah Kementerian Kehakiman menolak mempertimbangkan petisi keluarga Nukenova.
Menurut studi tahun 2019 yang didukung oleh lembaga PBB untuk isu perempuan (UN Women), setiap tahun ada sekitar 400 perempuan Kazakhstan meninggal akibat KDRT. Meskipun demikian banyak kasus yang tidak pernah dilaporkan.
Pada tahun 2017, Kazakhstan mendekriminalisasi tindakan pemukulan dan tindakan lain yang menyebkan kerusakan fisik "kecil" sehingga pelaku hanya dapat dihukum dengan denda atau hukuman penjara singkat. Sejak itu Kazakhstan membatalkan undang-undangnya, menambah hukuman bagi "penyerang" dan memperkenalkan pelanggaran pidana baru yang mencakup pelecehan terhadap anak di bawah umur.
Ketua Senat Maulen Ashimbayev mengatakan penerangan undang-undang baru yang diadopsi di tengah persidangan Kuandyk Bishimbayev membutuhkan "kerja keras," termasuk kampanye pendidikan di sekolah dan media, serta meningkatkan kewaspadaan kelompok masyarakat sipil. [em/rs]