Pemecatan redaktur eksekutif perempuan pertama yang bekerja di harian New York Times sekali lagi telah memicu isu ketidaksetaraan gender dalam hal gaji di perusahaan-perusahaan AS.
NEW YORK —
Pemecatan redaktur eksekutif perempuan pertama yang bekerja di harian New York Times sekali lagi telah memicu isu ketidaksetaraan gender dalam hal gaji di perusahaan-perusahaan AS, serta pertanyaan mengenai apakah manajer perempuan memiliki standar berbeda daripada laki-laki.
Kurang dari seminggu setelah dipecat dari jabatan redaktur tertinggi pada salah satu surat kabar terkemuka di AS, Jill Abramson berbicara tentang penolakan dan ketabahan dalam sebuah pidato wisuda di Universitas Wake Forest, North Carolina pekan lalu.
“Bagi sebagian dari kalian yang pernah dicampakkan, tidak berhasil mendapatkan pekerjaan yang diinginkan atau menerima surat penolakan dari kampus pasca-sarjana, kalian tahu rasanya kehilangan atau tidak mendapatkan sesuatu yang sangat diinginkan. Kalau itu terjadi, tunjukkan kekuatan kalian,” papar Jill.
Penerbit surat kabar New York Times mengatakan Abramson dicopot karena gaya manajemennya. Sebagian laporan mengatakan dia dipecat setelah mengeluh bahwa gajinya lebih sedikit daripada redaktur laki-laki yang pernah menduduki jabatan itu. Apapun alasan sebenarnya, kasus itu telah memicu perdebatan baru di AS mengenai ketidaksetaraan perempuan di tempat kerja dan dalam masyarakat.
Mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton berbicara tentang isu yang lebih luas pada sebuah konferensi Bank Dunia baru-baru ini.
“Kesetaraan, partisipasi penuh, suara dan wakil perempuan bukan hanya hal yang benar, tetapi hal yang tepat untuk dilakukan. Itu akan membuat perbedaan pada kesejahteraan dan stabilitas masyarakat,” ujar Hillary.
Dr. John Ryder, psikolog yang menangani isu-isu di tempat kerja, mengatakan “sikap menghargai dan dipercayai” penting bagi laki-laki dan perempuan dalam manajemen.
Ia menjelaskan, “Yang saya anjurkan adalah perempuan bukan hanya harus mengambil sikap, meminta dihargai, dan meminta perlakuan setara berdasarkan apapun hukumnya, tetapi laki-laki juga harus bertanya kepada diri mereka sendiri bagaimana pentingnya untuk saling percaya.”
Ryder mengatakan bahwa kegagalan manajer untuk berkonsultasi dengan satu kelompok bisa menyebabkan masalah besar, sebuah faktor yang dilaporkan terlibat dalam pemecatan Abramson.
“Dia tidak mau mengungkap semua kartu yang dia mainkan dan itu menimbulkan ketegangan dengan manajemen yang tidak mampu diatasinya,” tambah Ryder.
Tapi beberapa lulusan universitas mempertanyakan hal yang sama dengan Abramson. Ia mengatakan, “Apa yang akan saya lakukan ke depan? Saya tidak tahu. Saya berada di dalam situasi yang sama dengan banyak dari kalian.”
Sambil Abramson merenungkan masa depannya, pemecatannya dari salah satu jabatan tertinggi dalam jurnalisme AS akan terus memicu perdebatan mengenai perjuangan perempuan bagi kesetaraan di tempat kerja.
Kurang dari seminggu setelah dipecat dari jabatan redaktur tertinggi pada salah satu surat kabar terkemuka di AS, Jill Abramson berbicara tentang penolakan dan ketabahan dalam sebuah pidato wisuda di Universitas Wake Forest, North Carolina pekan lalu.
“Bagi sebagian dari kalian yang pernah dicampakkan, tidak berhasil mendapatkan pekerjaan yang diinginkan atau menerima surat penolakan dari kampus pasca-sarjana, kalian tahu rasanya kehilangan atau tidak mendapatkan sesuatu yang sangat diinginkan. Kalau itu terjadi, tunjukkan kekuatan kalian,” papar Jill.
Penerbit surat kabar New York Times mengatakan Abramson dicopot karena gaya manajemennya. Sebagian laporan mengatakan dia dipecat setelah mengeluh bahwa gajinya lebih sedikit daripada redaktur laki-laki yang pernah menduduki jabatan itu. Apapun alasan sebenarnya, kasus itu telah memicu perdebatan baru di AS mengenai ketidaksetaraan perempuan di tempat kerja dan dalam masyarakat.
Mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton berbicara tentang isu yang lebih luas pada sebuah konferensi Bank Dunia baru-baru ini.
“Kesetaraan, partisipasi penuh, suara dan wakil perempuan bukan hanya hal yang benar, tetapi hal yang tepat untuk dilakukan. Itu akan membuat perbedaan pada kesejahteraan dan stabilitas masyarakat,” ujar Hillary.
Dr. John Ryder, psikolog yang menangani isu-isu di tempat kerja, mengatakan “sikap menghargai dan dipercayai” penting bagi laki-laki dan perempuan dalam manajemen.
Ia menjelaskan, “Yang saya anjurkan adalah perempuan bukan hanya harus mengambil sikap, meminta dihargai, dan meminta perlakuan setara berdasarkan apapun hukumnya, tetapi laki-laki juga harus bertanya kepada diri mereka sendiri bagaimana pentingnya untuk saling percaya.”
Ryder mengatakan bahwa kegagalan manajer untuk berkonsultasi dengan satu kelompok bisa menyebabkan masalah besar, sebuah faktor yang dilaporkan terlibat dalam pemecatan Abramson.
“Dia tidak mau mengungkap semua kartu yang dia mainkan dan itu menimbulkan ketegangan dengan manajemen yang tidak mampu diatasinya,” tambah Ryder.
Tapi beberapa lulusan universitas mempertanyakan hal yang sama dengan Abramson. Ia mengatakan, “Apa yang akan saya lakukan ke depan? Saya tidak tahu. Saya berada di dalam situasi yang sama dengan banyak dari kalian.”
Sambil Abramson merenungkan masa depannya, pemecatannya dari salah satu jabatan tertinggi dalam jurnalisme AS akan terus memicu perdebatan mengenai perjuangan perempuan bagi kesetaraan di tempat kerja.