Pemerintah akan membentuk sebuah pusat krisis yang dikepalai langsung oleh Presiden Joko Widodo untuk menangani situasi-situasi keamanan yang melibatkan warga negara di luar negeri, menyusul penculikan para pelaut Indonesia di perairan Filipina.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Pandjaitan mengatakan, pusat itu akan mencakup menteri-menteri dan pejabat militer senior serta kepala-kepala polisi, dan akan dirancang untuk merespon secara cepat terhadap situasi-situasi yang dapat memiliki "dampak strategis."
"Kami berharap hal ini akan (beroperasi) sesegera mungkin," ujarnya kepada wartawan, Senin (25/4).
Sejak menjabat tahun 2014, Presiden Jokowi telah menempatkan keamanan maritim sebagai salah satu prioritas agenda pemerintahannya.
Pemerintah telah mengemukakan kekhawatiran bahwa lonjakan pembajakan di perairan antara Indonesia dan Filipina dapat mencapai tingkat seperti di Somalia dan pemerintah telah meminta kapal-kapal untuk menghindari wilayah-wilayah berbahaya.
Sampai 18 orang Indonesia dan Malaysia telah diculik dalam tiga serangan berbeda beberapa minggu terakhir terhadap kapal-kapal tongkang di perairan Filipina, oleh kelompok-kelompok yang diduga berkaitan dengan jaringan militan Abu Sayyaf.
Abu Sayyaf, yang telah mengunggah video-video di media sosial berisi sumpah setia kepada militan Negara Islam (ISIS) di Irak dan Suriah, telah menuntut tebusan 50 juta peso (Rp 14,1 miliar) untuk membebaskan para sandera. Namun pemerintah mengatakan tidak akan membayar tebusan tersebut. [hd/dw]