Polemik audisi beasiswa olahraga bulu tangkis oleh perusahaan rokok Djarum berakhir di meja pertemuan yang ditengahi oleh Kementerian Pemuda Olahraga Kamis (12/9). Pertemuan itu dihadiri oleh Ketua KPAI Susanto, pengurus PB Djarum Lius Pongoh, Sekretaris Jenderal PBSI Achmad Budiharto, dan Menteri Pemuda Olahraga Imam Nahrawi.
Pertemuan itu menyepakati empat poin yang mengakhiri polemik KPAI. KPAI menduga ada pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan, oleh Djarum.
“Mengapa tidak boleh brand image muncul di nama audisi dan baju, tas atau bentuk lain yg mengandung brand image zat adiktif rokok? Karena penggunaan brand image Djarum itu merupakan soft marketing dan soft promotion yang berpotensi menggaet sasaran perokok baru di kemudian hari,” ujar Ketua Umum KPAI Susanto melalui pesan singkatnya kepada VOA.
Susanto menegaskan, PP 109 Tahun 2012, “telah mengatur cukup jelas bahwa penyelenggaraan kegiatan yang disponsori rokok, meskipun bagian dari tanggung jawab sosial, tidak boleh menampilkan merek, logo dan brand image zat adiktif berupa rokok.”
Melalui pertemuan tersebut, pihak Djarum menyepakati mengubah nama programnya dari “Audisi Umum Beasiswa PB. Djarum” menjadi “Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis.” Selain itu, Djarum setuju menanggalkan logo, nama, serta merek Djarum pada atribut terkait dengan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dalam penyelenggaraan tahun ini. Sementara untuk 2020, PB Djarum menyatakan masih akan mendiskusikan formatnya secara internal.
Sebagai timbal balik, Ketua Umum KPAI, Susanto, setelah konferensi pers menyatakan juga akan mencabut surat permintaan pemberhentian audisi PB Djarum.
Bergantung kepada Djarum
Tidak terelakkan bahwa prestasi gemilang atlet-atlet badminton Indonesia berasal dari kontribusi besar PB Djarum. Seringkali atlet-atlet binaan klub ini memboyong piala dalam pentas bulu tangkis tingkat internasional.
Pada 2019, pasangan ganda putra Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan, mengharumkan Indonesia dengan menjuarai All England Open, salah satu turnamen bulu tangkis tertua dan paling bergengsi di dunia.
Sekretaris Menpora Gatot Dewa Broto menyatakan bahwa anggaran menjadi penghambat utama pemerintah dalam melakukan pembinaan atlet, sehingga kementeriannya masih harus bertumpu kepada bantuan swasta untuk pengembangan bibit-bibit atlet profesional.
“Jadi kalau dianggap mengandalkan, betul kami akui itu juga. Tapi di sisi lain belum ada company atau corporate lainnya yang juga bisa menggantikan selevel Djarum,” ujar Gatot saat ditemui VOA.
Namun Gatot menyadari adanya ironi dalam pembinaan atlet olahraga melalui merek rokok. Iapun meminta Djarum untuk turut beradaptasi dengan penggunaan merek-nya yang erat diasosiasikan dengan rokok, yang secara ironi justru bersebrangan dengan norma kesehatan.
“Kami tidak membiarkan atau tidak membenarkan atlet itu merokok ya. Ya kalau itu merokok apa gunanya olahraga,” kata Gatot.
Djarum tidak melanggar hukum?
Pengamat hukum pidana, Asep Iwan Iriawan, tidak melihat adanya unsur eksploitasi anak dalam PB Djarum.
“Anak disuruh main badminton, apakah itu eksploitasi? Ini anak olahraga, bukan disuruh jualan. (kalau) Belum waktunya kerja sudah disuruh kerja, baru (eksploitasi),” kata Asep.
Selain itu, Asep juga menyorot instrumen pengaturan tembakau yang diatur melalui peraturan pemerintah di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peraturan Pemerintah dilihat sebagai instrumen yang tidak kuat dalam mengendalikan pengamanan tembakau untuk kesehatan karena tidak memiliki konsekuensi hukum.
Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, Pasal 36 menyebutkan (1) Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau yang mensponsori suatu kegiatan lembaga dan/atau perorangan hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak menggunakan nama merek dagang dan logo produk tembakau termasuk brand image produk tembakau;
b. Tidak bertujuan untuk mempromosikan produk tembakau.
(2) Sponsor dilarang sebagaimana untuk dimaksud kegiatan pada lembaga ayat (1) dan/atau perorangan yang diliput media.
Menurut Asep, kalau pun Djarum terbukti melanggar peraturan tersebut, peraturan pemerintah tidak memiliki konsekuensi hukum atau sanksi, sehingga tidak memiliki efek pidana terhadap pelanggarnya.
Prestasi Olahraga vs Kesehatan
Masyarakat ikut terseret perdebatan Djarum vs KPAI selama sepekan terakhir. Publik terbelah antara isu nasionalisme prestasi atlet bulu tangkis atas jasa Djarum vs kekhawatiran kehadiran Djarum sebagai perusahaan rokok yang berlawanan dengan asas kesehatan. Media sosial dibanjiri berbagai tanggapan yang tidak jarang menyudutkan sikap KPAI yang dianggap berlebihan atas isu ini.
Pengamat sosial dan peneliti Vokasi Universitas Indonesia, Devi Rahmawati memandang literasi masyarakat terhadap kesehatan masih cenderung lemah. Data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan atau TNP2K mencatat rokok sebagai pengeluaran terbesar kedua setelah beras atau 11 persen dari total pengeluaran rumah tangga miskin. Rendahnya pengetahuan kesehatan akibat rokok dan besarnya tingat konsumsi rokok di kalangan masyarakat, menurut Devi, mendukung sikap masyarakat yang cenderung pro terhadap Djarum.
“Isunya sangat emosional. Masyarakat global saat ini tengah merasakan ketidakpastian. Hal-hal yang membuat mereka bahagia dan bangga menjadi penting, dan salah satunya lewat olahraga,” ujar Devi.
BACA JUGA: Aktivis Anak Nilai Polemik KPAI dan PB Djarum Merupakan Pengalihan Isu RUU P-KSKPAI sebelumnya beranggapan semakin dekatnya anak-anak dengan citra merek zat adiktif rokok malah akan berpotensi merubah mereka sebagai konsumen rokok di kemudian hari.
Ahli pemasaran Hermawan Kertajaya berpendapat, seharusnya Djarum bisa menuruti kemauan KPAI untuk menanggalkan mereknya dalam atribut program pembinaannya, sekaligus sebagai pembuktian bahwa kehadiran PB Djarum tidak terasosiasi sebagai alat pemasaran pemasok dana utamanya, PT Djarum. “Saran dari saya dituruti saja KPAI,” kata Hermawan pada VOA.
PB Djarum sendiri menyatakan masih akan berembuk untuk menentukan perubahan format audisi di tahun 2020 meski sudah menyetujui permintaan KPAI untuk penyelenggaran audisi tahun 2019. [rw/ft,dw]