Pemerintah Belum Berencana Gunakan Vaksin COVID-19 Sputnik-V

Botol vaksin Sputnik V terlihat. Pemerintah belum akan menggunakan vaksin Sputnik di Tanah Air meski BPOM telah memberikan izin penggunaan darurat. (Foto: Zoltan Balogh/MTI/MTVA via REUTERS)

Vaksin COVID-19 buatan Rusia Sputnik-V telah mendapatkan izin otorisasi penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, pemerintah belum akan menggunakan vaksin tersebut dalam program vaksinasi COVID-19 di Tanah Air.

Pemerintah belum akan menggunakan vaksin COVID-19 buatan Rusia, Sputnik-V, untuk program vaksinasi di Tanah Air. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelumnya telah memberikan izin otorisasi penggunaan darurat (emergency use of authorization/EUA) vaksin tersebut.

“Sputnik masih belum menjadi salah satu vaksin yang saat ini direncanakan digunakan, baik dalam program pemerintah, maupun program Gotong Royong. Kita tunggu perkembangan lebih lanjut mengenai penggunaan vaksin Sputnik,” ungkap Juru Bicara Vaksin COVID-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi dalam YouTube Kemkominfo, Sabtu, (28/8).

Juru bicara Vaksinasi COVID-19, Siti Nadia Tarmidzi

Dengan begitu, katanya, vaksin COVID-19 yang digunakan dalam program vaksinasi di Indonesia saat ini masih Sinovac, Sinopharm, AstraZeneca, Pfizer, Moderna dan Novavax. Ia juga menegaskan kelima vaksin tersebut sudah memenuhi standar keamanan dan kualitas karena sudah mendapatkan emergency use listing (EUL) dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

BPOM Keluarkan EUA Sputnik-V

BPOM, Selasa (24/8), memberikan EUA pada Sputnik-V. Vaksin tersebut merupakan vaksin yang dikembangkan The Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Rusia yang menggunakan platform Non-Replicating Viral Vector (Ad26-S dan Ad5-S). Vaksin ini didaftarkan oleh PT Pratapa Nirmala sebagai pemegang EUA dan bertanggung jawab untuk penjaminan keamanan dan mutu vaksin tersebut di Indonesia.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny Lukito saat melakukan konferensi pers terkait dengan vaksin Covid-19, Kamis 19 November 2020. (Foto:VOA)

Dalam siaran persnya, Kepala BPOM Penny Lukito menjelaskan pemberian EUA vaksin Sputnik-V telah melalui pengkajian secara intensif oleh pihaknya bersama Tim Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin COVID-19 dan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Penilaian terhadap data mutu vaksin ini juga telah mengacu pada pedoman evaluasi mutu vaksin yang berlaku secara internasional.

Berdasarkan hasil kajian terkait dengan keamanannya, ujar Penny, penggunaan vaksin Sputnik-V ini memiliki efek samping berskala ringan atau sedang. Hasil tersebut dilaporkan pada uji klinik Vaksin COVID-19 Sputnik-V (Gam-COVID-Vac) dan uji klinik vaksin lainnya dari teknologi platform yang sama.

Seorang perempuan menerima satu dosis vaksin AstraZeneca COVID-19 saat program vaksinasi massal untuk Kawasan Wisata Hijau di Sanur, Bali, 23 Maret 2021. (Foto: REUTERS/Nyimas Laula)

Efek samping paling umum yang dirasakan, menurut Penny, adalah gejala yang menyerupai flu (a flu-like syndrome), yang ditandai dengan demam, menggigil, nyeri sendi (arthralgia), nyeri otot (myalgia), badan lemas (asthenia), ketidaknyamanan, sakit kepala, hipertermia, atau reaksi lokal pada lokasi injeksi.

“Sementara untuk efikasinya, data uji klinik fase 3 menunjukkan vaksin COVID-19 Sputnik-V memberikan efikasi sebesar 91,6%,” Penny.

Vaksin Sputnik-V ini, katanya, digunakan untuk orang yang berusia 18 tahun ke atas dan diberikan sebanyak dua dosis dalam rentang waktu tiga minggu dengan dosis 0,5 mL. Vaksin ini termasuk dalam kelompok vaksin yang memerlukan penyimpanan pada kondisi suhu khusus, yaitu suhu -20oC ± 2oC.

BACA JUGA: Pemerintah Buka Opsi Vaksin Booster COVID-19 Berbayar

Terhadap sarana produksi vaksin, telah dilakukan dilakukan inspeksi onsite pada fasilitas produksi vaksin Sputnik-V di Rusia, yaitu Generium dan Biocad, sebagai fasilitas produksi bulk vaksin, serta Ufavita sebagai fasilitas fill and finish produk jadi. Berdasarkan hasil inspeksi, hasilnya telah memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan standar persyaratan mutu vaksin.

Vaksinasi COVID-19

Dalam kesempatan ini, Nadia juga menjelaskan perkembangan cakupan vaksinasi COVID-19 di Tanah Air. Per 27 Agustus sebanyak 29 persen masyarakat telah mendapatkan vaksinasi dosis pertama dan 16 persen dosis kedua dari total target vaksinasi di Indonesia yang jumlahnya telah bertambah menjadi 208,2 juta.

Sementara itu, kata Nadia, program Vaksinasi Gotong Royong dosis pertama mencapai 776.000 dan dosis kedua 488.000.

Seorang pria menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum dia diinokulasi dengan Sinovac China selama program vaksinasi massal di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, 1 April 2021. (Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

“PR terbesar masih ada di lansia karena baru 5,2 juta lansia yang mendapatkan dosis pertama dan dosis kedua baru 3,6 juta. Kalau kita lihat tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan dosis ketiga itu 578.000, sementara untuk remaja ada 2,5 juta, ibu hamil ada 18.000 dan penderita disabilitas ada 16.000,” jelas Nadia.

Sementara itu, tercatat 96 juta dosis telah diberikan, di mana sebanyak 60 juta dosis untuk suntikan pertama, dan 34 juta dosis untuk suntikan kedua. Pemerintah, kata Nadia, sayangnya masih belum bisa mencapai target yang diinginkan Presiden Joko Widodo, yakni menyuntikkan vaksin sebanyak dua juta dosis per hari. Ia berharap target tersebut akan tercapai pada September.

“Saat ini kita sudah hampir rata-rata di atas satu juta dan kita berusaha walaupun sudah tinggal beberapa hari lagi di bulan Agustus. Sepertinya target dua juta per hari ini belum bisa capai, sehingga mungkin akan kita capai dan teruskan di September untuk bisa mencapai target dua juta suntikan per hari,” katanya.

BACA JUGA: Jokowi: Penanganan Pandemi Tak Mudah

Ia pun yakin, target dua juta suntikan per hari akan bisa tercapai. Pasalnya, sampai Desember 2021 Indonesia akan menerima vaksin COVID-19 dalam jumlah yang cukup tinggi.

“Artinya sampai dengan Desember kita masih akan memberikan vaksinasi baik itu dosis pertama dan kedua. Kita berharap setidaknya di Maret itu sudah menyelesaikan 208 juta yang sudah kita targetkan,” pungkasnya. [gi/ah]