Menko Bidang Pembangunan Kemanusiaan dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan pemerintah berencana melakukan karantina wilayah terbatas hingga tingkat RT/RW guna menekan laju penyebaran virus corona.
Muhadjir menjelaskan, sebenarnya kebijakan tersebut merupakan salah satu perintah dari Presiden Joko Widodo dalam upaya mengatasi pandemi, namun hal tersebut tidak pernah dijalankan. Jokowi, kata Muhadjir kala itu menyebutnya sebagai pembatasan skala mikro.
Tambahnya, kebijakan ini pernah dilakukan oleh mantan walikota Surabaya Tri Rismaharini ketika kasus Covid-19 melonjak tajam, dan hasilnya penyebaran virus corona di Surabaya bisa diredam.
“RT/RW dan komunitas diperankan mulai sebagai informan bagi petugas epidemiologi, membantu proses karantina di tingkat RT dan RW hingga pelaksanaan isolasi mandiri," ungkap Muhadjir ketika dihubungi oleh wartawan, Jumat (29/1).
Lanjutnya, ketika tingkat RT/RW sudah tidak mampu untuk mengatasi, maka pasien Covid-19 pun akan diserahkan kepada pemerintah pusat.
“Kalau di level terendah ini tidak bisa ditangani baru dirujuk ke pusat isolasi dan pusat perawatan ringan. Adapun yang sedang dan berat langsung dirujuk ke rumah sakit," ujarnya.
Pemerintah pun, ujarnya, masih akan memanfaatkan hotel dan wisma untuk merawat suspek Covid-19 - sebagai rencana cadangan apabila pihak RT/RW sudah tidak mampu untuk mengatasi permasalahan ini. Menurutnya, hal ini juga berdampak baik bagi bisnis perhotelan yang anjlok akibat dihantam pandemi.
BACA JUGA: LaporCovid-19: PPKM Tidak Efektif Cegah Penularan Corona"Pengelolaan suspek Covid-19 pun jadi mudah, bisa langsung diangkut ke tempat-tempat itu. Hanya trade off-nya, strategi membendung penyebaran Covid-19 mulai dari yang paling bawah seperti yang diperintahkan Presiden (saat itu) kurang efektif. Upaya menciptakan RT, RW, dan kelurahan yang 'Tangguh Covid', tidak memenuhi target," paparnya.
“Memang untuk menggerakkan akar rumput, RT/RW dan komunitas ini perlu dukungan pembiayaan besar dari pemerintah. Tetapi saya juga percaya gotong royong sebagai intisari dari pengalaman Pancasila masih ada di dalam lubuk hati masyarakat Indonesia,” tambahnya.
Sementara itu, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menilai, masyarakat pada tingkatan mikro ini memiliki modal dalam membantu pemerintah menangani pandemi.
“(Pemerintah) menyadari potensi yang dimiliki oleh masyarakat dan bermodalkan gotong-royong. Maka pos komando (posko) yang terdiri dari berbagai unsur seperti BPBD, Satpol PP, TNI/Polri maupun masyarakat akan menjadi perpanjangan tangan Satgas di daerah yang sebelumnya sudah terbentuk,” ujar Wiku dalam telekonferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (29/1).
Ia menjelaskan cara ini terbukti cukup berhasil ketika menghadapi gempa bumi di Sulawesi Barat beberapa waktu lalu. Posko-posko bisa bergerak cepat dalam membantu korban gempa bumi, dan upaya penanggulangan Covid-19 bisa dilakukan di posko pengungsi.
“Cara kerja tim tanggap darurat di sana dapat melakukan mitigasi dampak pasca bencana sekaligus. Di waktu yang bersamaan tetap melakukan pengendalian penularan Covid-19 karena kita masih dalam masa pandemi Covid-19,” pungkasnya. [gi/ab]