Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa kebijakan penurunan harga tiket pesawat rute domestik akan segera diumumkan dan diberlakukan menjelang periode libur akhir tahun.
“Akan ada pengumuman untuk menjelang hari libur natal tahun baru, ada tiket pesawat yang sudah bisa harganya dibuat terjangkau," ungkap Airlangga usai melakukan Rapat Terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/11).
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menjelaskan bahwa pemerintah telah bekerja sama dengan berbagai pihak -- termasuk dari maskapai penerbangan, BUMN, dan penyedia avtur (bahan bakar pesawat) -- untuk menurunkan harga tiket pesawat. “Harga tiket bisa dikurangi kurang lebih 10 persen dari harga biasanya secara nasional atau secara domestik,” ungkap AHY.
AHY juga menambahkan bahwa upaya penurunan harga tiket pesawat rute domestik ini dilakukan melalui pengurangan elemen-elemen biaya seperti jasa kebandarudaraan, avtur, hingga fuel surcharge (komponen tarif tambahan yang dikenakan untuk menutup biaya yang timbul akibat kenaikan harga avtur).
"Kita harapkan bisa menjadi kabar baik buat masyarakat yang juga punya keluarga untuk liburan di akhir tahun. Mudah-mudahan ini juga bisa menggerakkan sektor ekonomi kreatif kita,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi, menjelaskan kebijakan penurunan harga tiket pesawat akan berlaku di 19 bandara utama di Indonesia. Daftar 19 bandara yang memberlakukan kebijakan tersebut akan segera diumumkan dalam waktu dekat.
"Itu berlaku untuk 19 bandara utama, nanti list-nya akan kami sampaikan. Pengurangan fuel surcharge kemudian biaya-biaya lain yang ada di 19 bandara tersebut," ujar Dudy.
Dudy menjelaskan bahwa pemerintah telah berhasil menekan sejumlah biaya yang timbul di bidang kebandarudaraan. Salah satunya adalah biaya avtur, yang menjadi salah satu faktor pendukung penurunan harga tiket pesawat.
"Itu yang bisa kami lakukan maksimal untuk saat ini, untuk Nataru," tuturnya.
Melalui kebijakan ini, kata Dudy, masyarakat diharapkan dapat menikmati libur akhir tahun dengan lebih nyaman. Selain itu, ujarnya, sektor ekonomi dan pariwisata juga akan mendapatkan manfaat positif dari peningkatan mobilitas selama musim libur.
Pengamat penerbangan Alvin Lie menilai tidak ada yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat. Pasalnya, sudah lima tahun harga tiket pesawat dari maskapai penerbangan tidak mengalami kenaikan. Meski begitu, memang diakuinya bahwa harga tiket pesawat yang dibayarkan oleh konsumen mengalami kenaikan karena ditambahkan beban pajak pertambahan nilai atau PPn.
Your browser doesn’t support HTML5
“Tapi kalau harga tiket yang dibayar oleh penumpang memang naik karena PPn naik sejak tahun 2019;10 persen, 2022;11 persen, 2025 nanti Januari menjadi 12 persen. Kalau memang pemerintah mau menurunkan ya hapus PPn tiket domestik, hapus PPn avtur untuk penerbangan domestik karena untuk tiket internasional dan avtur untuk penerbangan internasional itu tidak kena PPn hanya yang domestik saja dan itu cukup berat bagi konsumen. Kalau dipaksa turun lagi saya yakin maskapai-maskapai bertumbangan dan tutup, mungkin itu yang diinginkan pemerintah,” ungkap Alvin ketika berbincang dengan VOA.
Meskipun pemerintah tidak menjelaskan secara detail berapa lama penurunan harga tiket pesawat rute domestik ini akan diberlakukan, Alvin menduga bahwa kebijakan tersebut hanya akan berlangsung selama libur Nataru saja.
Selain itu, kata Alvin, pemangkasan atau pengurangan berbagai biaya operasional yang akan dilakukan pemerintah seperti jasa kebandarudaraan, avtur, hingga fuel surcharge tidak akan berdampak signifikan terhadap penurunan harga tiket pesawat, kecuali bila pihak Angkasa Pura Indonesia bersedia menurunkan biaya pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) hingga 50 persen.
“Tapi penurunan ini perkiraan saya tidak akan sampai 10 persen, ya mungkin antara 5-10 persen dan bagi konsumen itu tidak akan begitu terasa tapi bagi pengelola bandara dan maskapai penerbangan ini adalah kehilangan pendapatan yang cukup besar dan tidak mungkin bisa bertahan lama. Ini hanya langkah darurat untuk menyelamatkan muka pemerintah yang sudah terlanjur bersuara bahwa akan menurunkan harga tiket,” jelas Alvin.
Alvin menekankan biaya operasional maskapai penerbangan terus mengalami kenaikan, karena biaya-biaya seperti sewa atau pembelian pesawat serta harga pembelian avtur menggunakan mata uang asing. Apalagi, katanya, suku cadang pesawat selalu diimpor. Menurutnya, jika maskapai dipaksa menurunkan harga tiket pesawat, langkah tersebut pelan-pelan akan membunuh industri penerbangan.
“Jadi semuanya menggunakan USD atau mata uang asing lain, ketika nilai tukar rupiah ini turun sekarang mendekati Rp16 ribu lagi otomatis biaya operasi maskapai penerbangan ini naik. Tarif batas atas ini ditetapkan pada tahun 2019, ketika itu nilai tukar rupiah terhadap dolar masih pada kisaran Rp12 ribu-Rp12.500 per USD, sekarang sudah hampir Rp16 ribu. Harga avtur pada saat itu Rp9 ribu sekarang Rp13 ribu-Rp15 ribu. Jadi biaya operasi maskapai penerbangan ini sudah naik banyak tapi oleh pemerintah dilarang naik harga tiketnya. Saya kira ini pencitraan yang berlebihan dan bisa membunuh industri,” pungkasnya. [gi/ab]