Penutupan salah satu gereja independen terbesar di Beijing baru-baru ini, dan tindakan keras terhadap jemaat di tempat lain di China, adalah bagian dari upaya yang lebih luas untuk menempatkan agama di bawah kendali Partai Komunis yang berkuasa, menurut para pemimpin Kristen, cendekiawan dan aktivis HAM.
Dalam beberapa pekan terakhir, pihak berwenang menggunakan razia, sensus keagamaan untuk melakukan hal itu , menurut laporan dari warga Kristen, kelompok hak asasi manusia, dan unggahan di sosial media.
Pihak berwenang mengatakan upaya tersebut sebagai gerakan untuk melindungi masyarakat dan menggunakan nilai-nilai sosialis untuk membimbing agama dan membantu orang-orang dengan keyakinan tertentu untuk tetap bersatu di bawah pimpinan negara.
Awal tahun ini, amandemen yang lebih ketat ditambahkan pada Peraturan Urusan Agama, sebuah pedoman yang tujuan utamanya adalah untuk melindungi kebebasan beragama. Amandemen itu, kata pengamat, telah membantu membuka jalan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap gereja yang tidak diatur pemerintah dan pengetatan umum pada agama.
Awal bulan ini di provinsi Henan tengah, pihak berwenang merazzia empat gereja, membuang salib dan membakar Alkitab. Baru-baru ini, di Sichuan, pihak berwenang menghentikan acara di sebuah gereja di Chengdu, menahan dua pendetanya. Salah satu pendeta masih ditahan, menurut kelompok Pembela Hak Asasi Manusia China. (rw/ii)