Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan di Yogyakarta Selasa (26/4), pemerintah mendorong agar setiap perguruan tinggi di Indonesia memiliki riset yang lebih fokus, dan pemerintah kini menyediakan dana yang cukup besar.
“Kami ingin melihat perguruan tinggi yang ada di Indonesia masing-masing punya kekuatan risetnya di bidang apa. Maka kebijakan pemerintah supaya nanti alokasi anggaran atau kita mendistribusikan anggaran sesuai dengan perguruan tinggi itu harus punya konsentrasi, core-nya itu ya harus fokus. Kalau ada kesamaan perguruan tinggi satu dengan yang lain kita akan buat konsorsium. Anggaran riset yang dikembangkan sekarang adalah 1,5 triliun rupiah/tahun dari APBN. Lalu perguruan tinggi semua mempunyai BOPTN (Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri), belum lagi nanti biaya dari kementerian lain,” ungkap Nasir.
Hari Selasa, Menteri Mohamad Nasir mengunjungi laboratorium Eliminate Dengue Project (EDP), Pusat Kedokteran Tropis UGM untuk menanggulangi Demam Berdarah Dengue (DBD). Riset yang dibiayai Yayasan Tahija tersebut mengurangi penyebaran virus demam berdarah menggunakan bakteri alami Wolbachia yang dimasukkan kedalam tubuh nyamuk Aedes Aegypti.
Menristek Dikti mengapresiasi riset EDP mengingat masih banyak wabah demam berdarah di Indonesia. Ia berjanji ikut mengembangkan riset itu ke seluruh wilayah Indonesia. Menurut Menteri Mohamad Nasir, saat ini baru sekitar 8 persen riset unggulan di Indonesia memenuhi kebutuhan industri dan ke depan akan didorong untuk mencapai sekitar 20 persen.
Nasir menambahkan, “Kami sangat berterima kasih kepada Universitas Gajah Mada yang telah melakukan riset di bidang penanganan demam berdarah. Saya akan kembangkan terus riset ini dan kami akan berkomunikasi dengan kementerian kesehatan untuk pemanfaatan hasil riset ini. Tidak berarti jumlah riset itu persis sama dengan hasil industri. Tapi kalau ada katakanlah 8 persen itu sudah hebat. Delapan persen yang berjalan sekarang ini, nanti kita dorong terutama di bidang life science-bidang kesehatan, yang kedua di bidang teknik.”
Pimpinan riset EDP Prof. Adi Utarini mengatakan, riset sudah dilakukan di dua kabupaten dan kini segera dilakukan di wilayah kota Yogyakarta yang lebih luas. Ia segera mengadvokasi pemerintah daerah untuk mengadopsi riset itu untuk pencegahan demam berdarah.
Utarini menjelaskan, “Kalau dari sisi kami sebagai peneliti, setelah kita berhasil terapkan untuk kota Yogyakarta –fase 3, fase 4 adalah mengadvokasi ini ke pemerintah daerah termasuk juga sangat diharapkan ini ke daerah-daerah lain. Dan juga kami telah mulai memetakan ke wilayah-wilayah mana di Indonesia yang memang memiliki beban demam berdarah cukup tinggi.”
Your browser doesn’t support HTML5
Menteri Mohamad Nasir juga mengunjungi dan bertemu warga Dusun Kronggahan Kabupaten Sleman yang kini telah memiliki sekitar 90 persen nyamuk mengandung Wolbachia. Kepada dusun Totok Sudadi mengatakan, kini wilayahnya telah bebas Demam Berdarah Dengue.
“Setelah kita terima program ini kemudian peluncuran nyamuk ini Januari 2014 dan ternyata setelah diluncurkan langsung berkembang sekitar 30 persen nyamuk yang berkembang itu sudah ber-Wolbachia. Setelah itu kemarin di 2016 ini sudah mencapai 90 persen lebih nyamuk ber-Wolbachia. Saya berani mencanangkan di Pedukuhan Kronggahan ini bebas dari penyebaran atau penularan nyamuk demam berdarah,” ujar Totok.
Menurut Entomolog (ahli serangga) EDP, Warsito Tantowijoyo PhD, dari riset yang sudah berjalan, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia lebih efektif menggunakan telur yang sudah disiapkan di laboratorium.
“Di Insektarium EDP kita produksi nyamuk yang mengandung Wolbachia, kita bawa telur itu ke lapangan kita tetaskan, ada ember yang kita titipkan ke masyarakat. Kita ada embernya disitu trus kita kasih telur kita kasih air dan kita titipkan selama 2 minggu lalu kesitu lagi, maksimum 2 minggu sudah menjadi nyamuk dan itu efektif. Artinya dari sisi peningkatan Wolbachia karena ketika telur tumbuh di lingkungan aslinya dia akan menjadi tahan hingga menjadi dewasa,” papar Warsito. [ms/jm]