Pada KTT G-20 yang baru lalu di Toronto, Kanada, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu, di antaranya, dengan Presiden Amerika Barack Obama dan Presiden Tiongkok Hu Jintao. Pertemuan dengan kedua kekuatan ekonomi dunia ini, menurut pakar, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Demikian disampaikan analis ekonomi dari Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) Christianto Wibisono. Ditambahkannya, peran kedua negara tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan di tengah situasi ekonomi global saat ini, karena masing-masing negara ingin menerapkan kebijakan terbaik bagi negaranya setelah terjadi krisis global. Amerika, menurutnya, meski masih akan menjadi raksasa ekonomi dunia, tapi saat ini juga sedang mengalami kesulitan. Sementara itu, walaupun Tiongkok belum memiliki keterikatan ekonomi dengan Indonesia seperti Amerika, namun sedang dalam sorotan dunia karena pesatnya perkembangan ekonomi yang terjadi di Tiongkok.
“Dari Amerika dapat apa, wong, mereka lagi bangkrut. Amerika perlu duit, mumpung Cina duitnya lebih mahal kita musti bisa ekspor ke sana. Kita kalau tak bisa apa-apa, ya, terus buat apa, tidak bisa (dimanfaatkan). Kita musti bisa memasukan barang ke sana,” ujar Christianto Wibisono.
Dalam menghadapi situasi ekonomi global, menurut Christianto Wibisono, pemerintah sebenarnya bisa untuk tidak terlampau bergantung pada negara-negara asing jika mampu menerapkan strategi tepat untuk perkembangan eknomi di dalam negeri.
“Harus ada keberanian untuk mempercepat birokrasi supaya orang ketarik untuk investasi terutama di sektor riil. Prasarana fisik itu, kan, harus tanggung jawab pemerintah sebetulnya,” tambah Christianto.
Ketua Komite Amerika Serikat Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Peter Gontha beberapa waktu lalu sempat menegaskan meski banyak kalangan menilai peran Indonesia tidak diperhitungkan Amerika, namun ia tidak sependapat dengan hal itu.
“Indonesia sebetulnya satu negara yang sangat dipentingkan oleh Amerika, strategis, pasar yang sangat besar, jadi saya melihat dua hal ini, Tiongkok itu terlalu jauh dari kita," ujar Peter. Peter menambahkan bahwa Amerika melihat banyak kesempatan investasi di Indonesia, selama keberadaan mereka tidak menjadi isu politik.
Bagi Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, ada tidaknya pengaruh global terhadap perekonomian Indonesia yang dibutuhkan pengusaha adalah iklim investasi yang kondusif.
“Yang diperlukan adalah ketenangan, investment environment yang kondusif. Misalnya, suku bunga. Tentunya tak lupa juga, (aspek) politik dan sosial," kata Anton. Menurut Anton, kestabilan di dua area tersebut perlu dipertahankan, sehingga investor datang ke Indonesia dan bertahan di sini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat periode Januari hingga April 2010, Jepang merupakan negara tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia dengan nilai sekitar lima juta dolar Amerika, disusul Amerika Serikat sekitar 4,1 juta dolar Amerika dan Tiongkok sekitar empat juta dolar Amerika.