Pemerintah Irak Menentang Referendum Kemerdekaan Kurdi

Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi (tengah) memegang bendera nasional Irak saat tiba di Mosul, Irak, 9 Juli, 2017. (Foto:dok)

Pemerintah Irak menyatakan siap melakukan intervensi militer jika referendum yang diselenggarakan oleh orang-orang Kurdi di negara itu menuai kekerasan, kata Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi dalam wawancara dengan kantor berita the Associated Press hari Sabtu (16/9).

``Bila anda menantang konstitusi dan bila anda menantang perbatasan-perbatasan Irak dan perbatasan wilayah, ini adalah sebuah undangan terbuka kepada negara lain untuk turut melanggar wilayah Irak yang merupakan eskalasi berbahaya,” kata Abadi.

Abadi juga mengatakan kepada kantor berita Irak, orang Kurdi akan "bermain api" kalau tetap melakukan rencana referendum, yang dijadwalkan 25 September di tiga provinsi yang membentuk wilayah otonomi Kurdi. Referendum itu diperkirakan juga akan dilakukan di daerah-daerah yang dikuasai orang Kurdi tetapi dikuasai pemerintah Irak.

Perdana Menteri Turki Binali Yildirim memperingatkan hari Jumat (15/9), rencana orang-orang Kurdi Irak mengadakan referendum kemerdekaan adalah "kesalahan besar".

Presiden wilayah Kurdistan Irak Masoud Barzani mendukung referendum tersebut.

Turki, yang berbatasan dengan wilayah Kurdi Irak, memiliki hubungan kuat dengan Barzani, tetapi Turki telah meningkatkan tekanannya agar membatalkan referendum itu.

Turki, yang juga menghadapi minoritas Kurdi yang bergolak, terutama di perbatasan dengan Kurdistan Irak, khawatir negara Kurdi yang independen bisa memicu tuntutan separatis serupa. Kekhawatiran itu diperkuat kecurigaan bahwa Kurdi Suriah di perbatasan Turki memiliki ambisi kemerdekaan yang sama.

Kekhawatiran Turki atas referendum itu memunculkan kesamaan yang jarang terjadi di seluruh perpecahan politik negara tersebut. "Balkanisasi Timur Tengah akan menimbulkan ketidakstabilan," ujar Ceyda Karan, kolumnis harian oposisi Turki Cumhuriyet.

Amerika telah menyuarakan tentangan kuat atas referendum kemerdekaan tersebut. Hari Jumat Gedung Putih merilis pernyataan bahwa Amerika "tidak mendukung" rencana Kurdi untuk menggelar referendum, dan menilai rencana itu "mengganggu upaya mengalahkan ISIS dan menstabilkan wilayah-wilayah yang dibebaskan." Selain itu, dikatakan, "Menggelar referendum terutama di daerah-daerah yang disengketakan sangat provokatif dan tidak menstabilkan." Pemerintah Trump mengimbau orang Kurdi agar membatalkan referendum itu dan sebaliknya, terlibat "dialog yang serius dan berkelanjutan dengan Irak," yang ditawarkan akan difasilitasi Amerika. [ka]