Pemerintah Indonesia sejauh ini belum mengungsikan WNI di Korea Utara, namun akan terus memonitor perkembangan terkait konflik Korea Utara dengan Korea Selatan.
JAKARTA —
Konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang kian panas, membuat Pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari dua negara itu. Namun sejauh ini pemerintah melalui kementerian luar negeri terus memonitor setiap saat dari hari ke hari perkembangan yang terjadi terkait konflik Korea Utara dengan Korea Selatan.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta Senin (8/4) menjelaskan, hingga saat ini perwakilan asing termasuk Indonesia di Korea Utara belum berencana untuk mengevakuasi warga negaranya masing-masing. Namun menurut Marty, kementerian luar negeri di Jakarta terus menjalin komunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Pyongyang.
"Sementara ini perwakilan-perwakilan asing di Korea Utara umumnya tetap memilih berada di tempat termasuk Indonesia untuk saat ini. Kita terus memonitor perkembangannya, saya berkomunikasi langsung dengan duta besar kita di Pyong Yang setiap enam jam untuk memonitor perkembangan," kata Menlu Marty Natalegawa. "Warga negara kita di sana ada 30 orang, dengan ini ada beberapa kemungkinan pilihan semisal keluarganya di dahulukan kembali termasuk staf KBRI yang tidak esensial," lanjutnya.
Marty Natalegawa menambahkan beberapa hari lalu, Kementerian Luar Negeri Korea Utara memberikan pengarahan kepada perwakilan asing masing-masing negara di Pyongyang, untuk membahas rencana evakuasi personel diplomatik masing-masing negara.
"Tanggal 5 dan 7 April lalu memang ada dua kali briefing yang dilakukan Kemenlu Korea Utara dan pihak markas besar angkatan bersenjata mereka yang menjelaskan situasi terkini. Mereka menyampaikan, terhitung setelah tanggal 10 April mereka tidak bisa menjamin keselamatan para diplomat asing," tambah Menlu Marty.
Mengenai sikap politik luar negeri Indonesia, Marty Natalegawa menjelaskan, Indonesia sangat berhati-hati dalam menentukan sikap politik terkait konflik dua Korea ini.
"Ketegangan semakin meningkat akhir-akhir ini. Tapi kita harus hati-hati bersikap dan bertindak agar justru tidak semakin mempertajam suasanan krisis disana. Jadi kita betul-betul akan terukur jawaban kita," lanjutnya.
Sementara itu, Komisi I DPR menyarankan kepada pemerintah agar segera melakukan langkah antisipasi guna menjamin kepentingan WNI di kedua negara itu, khususnya di Korea Utara.
"Dalam pertemuan Komisi I dengan Menlu sudah kita sampaikan agar segera bisa segera dilakukan langkah-langkah evakuasi demi menjaga keamanan mereka. Termasuk para diplomat kita yang ada di Korea Utara," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada VOA.
Situasi keamanan di Semenanjung Korea semakin panas dan tak menentu. Korea Utara secara terang-terangan menyatakan status perang dengan negara tetangganya tersebut. Pernyataan itu juga menyebutkan, status perang telah disepakati bersama oleh pemerintah, partai yang berkuasa, dan berbagai organisasi di Korea Utara.
Tanggal 29 Maret lalu, pemimpin muda Korut Kim Jong-un juga telah menandatangani surat perintah agar militernya siaga melancarkan serangan ke pangkalan militer Amerika Serikat (AS). Sementara itu, Korea Selatan dan Amerika Serikat terus menggelar latihan militer bersama untuk mengantisipasi ancaman tersebut.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta Senin (8/4) menjelaskan, hingga saat ini perwakilan asing termasuk Indonesia di Korea Utara belum berencana untuk mengevakuasi warga negaranya masing-masing. Namun menurut Marty, kementerian luar negeri di Jakarta terus menjalin komunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Pyongyang.
"Sementara ini perwakilan-perwakilan asing di Korea Utara umumnya tetap memilih berada di tempat termasuk Indonesia untuk saat ini. Kita terus memonitor perkembangannya, saya berkomunikasi langsung dengan duta besar kita di Pyong Yang setiap enam jam untuk memonitor perkembangan," kata Menlu Marty Natalegawa. "Warga negara kita di sana ada 30 orang, dengan ini ada beberapa kemungkinan pilihan semisal keluarganya di dahulukan kembali termasuk staf KBRI yang tidak esensial," lanjutnya.
Marty Natalegawa menambahkan beberapa hari lalu, Kementerian Luar Negeri Korea Utara memberikan pengarahan kepada perwakilan asing masing-masing negara di Pyongyang, untuk membahas rencana evakuasi personel diplomatik masing-masing negara.
"Tanggal 5 dan 7 April lalu memang ada dua kali briefing yang dilakukan Kemenlu Korea Utara dan pihak markas besar angkatan bersenjata mereka yang menjelaskan situasi terkini. Mereka menyampaikan, terhitung setelah tanggal 10 April mereka tidak bisa menjamin keselamatan para diplomat asing," tambah Menlu Marty.
Mengenai sikap politik luar negeri Indonesia, Marty Natalegawa menjelaskan, Indonesia sangat berhati-hati dalam menentukan sikap politik terkait konflik dua Korea ini.
"Ketegangan semakin meningkat akhir-akhir ini. Tapi kita harus hati-hati bersikap dan bertindak agar justru tidak semakin mempertajam suasanan krisis disana. Jadi kita betul-betul akan terukur jawaban kita," lanjutnya.
Sementara itu, Komisi I DPR menyarankan kepada pemerintah agar segera melakukan langkah antisipasi guna menjamin kepentingan WNI di kedua negara itu, khususnya di Korea Utara.
"Dalam pertemuan Komisi I dengan Menlu sudah kita sampaikan agar segera bisa segera dilakukan langkah-langkah evakuasi demi menjaga keamanan mereka. Termasuk para diplomat kita yang ada di Korea Utara," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada VOA.
Situasi keamanan di Semenanjung Korea semakin panas dan tak menentu. Korea Utara secara terang-terangan menyatakan status perang dengan negara tetangganya tersebut. Pernyataan itu juga menyebutkan, status perang telah disepakati bersama oleh pemerintah, partai yang berkuasa, dan berbagai organisasi di Korea Utara.
Tanggal 29 Maret lalu, pemimpin muda Korut Kim Jong-un juga telah menandatangani surat perintah agar militernya siaga melancarkan serangan ke pangkalan militer Amerika Serikat (AS). Sementara itu, Korea Selatan dan Amerika Serikat terus menggelar latihan militer bersama untuk mengantisipasi ancaman tersebut.