Kementerian Dalam Negeri memastikan pemerintah tidak akan merelokasi kelompok Syiah dari Sampang, Madura.
Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Raydonizar Moenek kepada VOA memastikan pemerintah tidak akan merelokasi kelompok Syiah dari Desa Karang Gayam, Sampang, Madura.
Hal itu dilakukan, kata Raydonizar, karena kelompok Syiah di Sampang juga memiliki keterikatan kultural dan historis dengan daerah asal.
Sebelumnya, pemerintah provinsi jawa Timur berencana akan memindahkan para anggota kelompok Syiah Sampang yang kini mengungsi di gedung olahraga, ke rumah susun di Jemundo, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur sebagai satu langkah penyelesaian kasus Sampang.
Rencana tersebut langsung ditolak oleh para kelompok Syiah, Sampang.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi baru-baru ini bertemu dengan bupati Sampang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi), Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk membicarakan penyelesaian kelompok Syiah di Sampang, Madura.
Menurut Raydonizar, pertemuan tersebut diantaranya menyepakati bahwa pemerintah daerah Sampang akan mencari penampungan sementara yang paling sesuai untuk kelompok Syiah sehingga mereka mampu diberikan ketenangan.
“Kita tidak mungkin melakukan relokasi karena bagaimanapun mereka punya keterikatan emosional baik secara kultural maupun sosial terhadap tempat asalnya. Masyarakat Madura atau masyarakat Sampang sangat menghormati orangtua mereka, dan punya keterikatan dengan katakanlah tanah kubur dan lain sebagainya,” ujarnya.
Raydonizar menambahkan meskipun warga Syiah di Sampang akan tinggal di penampungan sementara tetapi jaminan hidup mereka tetap diperhatikan. Anak-anak dapat bersekolah di sekolah terdekat, ujarnya.
Saat ini kelompok Syiah yang ada di pengungsian, tambah Raydonizar, mencapai 370 orang dari 140 keluarga.
“Nanti dengan penampungan sementara ini, tentu semua aspek akan diperhitungkan termasuk kelangsungan kehidupan mereka, intinya mereka terjamin semuanya baik lahir maupun batin,” ujarnya.
Pemerintah daerah, kata Raydonizar, juga sedang memikirkan penyelesaian permanen untuk warga Syiah di Sampang Madura.
Juru Bicara Ahlul Bait Indonesia Ahmad Taufik Al-Haddad mengungkapkan relokasi terhadap kelompok Syiah di Sampang memang tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan konstitusi dan akan menjadi preseden buruk ke depannya bagi masyarakat yang mengalami diskriminasi.
Menurutnya, kelompok Syiah di Sampang Madura harus segera pulang ke kampung halamannya. Pemerintah Sampang menurut Taufik harus memperbaiki rumah-rumah warga Syiah yang dibakar massa.
Taufik mengatakan fatwa MUI dan PBNU Jawa Timur yang menyatakan Syiah itu sesat harus dicabut karena fatwa tersebut dinilai menjadi penyebab terjadinya penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang.
“Kita mendorong agar fatwa itu dicabut. Itu 80 persen mungkin kita anggap itu selesai karena tidak ada konflik Sunni-Syiah sebetulnya di Sampang, sejak awal,” ujarnya.
Sejumlah orang menyerang pemukiman warga Syiah di Desa Nangkernang, Sampang Madura pada 26 Agustus 2012 lalu. Penyerangan ini menewaskan satu orang warga Syiah dan terbakarnya puluhan rumah milik warga Syiah.
Hal itu dilakukan, kata Raydonizar, karena kelompok Syiah di Sampang juga memiliki keterikatan kultural dan historis dengan daerah asal.
Sebelumnya, pemerintah provinsi jawa Timur berencana akan memindahkan para anggota kelompok Syiah Sampang yang kini mengungsi di gedung olahraga, ke rumah susun di Jemundo, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur sebagai satu langkah penyelesaian kasus Sampang.
Rencana tersebut langsung ditolak oleh para kelompok Syiah, Sampang.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi baru-baru ini bertemu dengan bupati Sampang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi), Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk membicarakan penyelesaian kelompok Syiah di Sampang, Madura.
Menurut Raydonizar, pertemuan tersebut diantaranya menyepakati bahwa pemerintah daerah Sampang akan mencari penampungan sementara yang paling sesuai untuk kelompok Syiah sehingga mereka mampu diberikan ketenangan.
“Kita tidak mungkin melakukan relokasi karena bagaimanapun mereka punya keterikatan emosional baik secara kultural maupun sosial terhadap tempat asalnya. Masyarakat Madura atau masyarakat Sampang sangat menghormati orangtua mereka, dan punya keterikatan dengan katakanlah tanah kubur dan lain sebagainya,” ujarnya.
Raydonizar menambahkan meskipun warga Syiah di Sampang akan tinggal di penampungan sementara tetapi jaminan hidup mereka tetap diperhatikan. Anak-anak dapat bersekolah di sekolah terdekat, ujarnya.
Saat ini kelompok Syiah yang ada di pengungsian, tambah Raydonizar, mencapai 370 orang dari 140 keluarga.
“Nanti dengan penampungan sementara ini, tentu semua aspek akan diperhitungkan termasuk kelangsungan kehidupan mereka, intinya mereka terjamin semuanya baik lahir maupun batin,” ujarnya.
Pemerintah daerah, kata Raydonizar, juga sedang memikirkan penyelesaian permanen untuk warga Syiah di Sampang Madura.
Juru Bicara Ahlul Bait Indonesia Ahmad Taufik Al-Haddad mengungkapkan relokasi terhadap kelompok Syiah di Sampang memang tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan konstitusi dan akan menjadi preseden buruk ke depannya bagi masyarakat yang mengalami diskriminasi.
Menurutnya, kelompok Syiah di Sampang Madura harus segera pulang ke kampung halamannya. Pemerintah Sampang menurut Taufik harus memperbaiki rumah-rumah warga Syiah yang dibakar massa.
Taufik mengatakan fatwa MUI dan PBNU Jawa Timur yang menyatakan Syiah itu sesat harus dicabut karena fatwa tersebut dinilai menjadi penyebab terjadinya penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang.
“Kita mendorong agar fatwa itu dicabut. Itu 80 persen mungkin kita anggap itu selesai karena tidak ada konflik Sunni-Syiah sebetulnya di Sampang, sejak awal,” ujarnya.
Sejumlah orang menyerang pemukiman warga Syiah di Desa Nangkernang, Sampang Madura pada 26 Agustus 2012 lalu. Penyerangan ini menewaskan satu orang warga Syiah dan terbakarnya puluhan rumah milik warga Syiah.