Indonesia seharusnya menghentikan impor bensin kualitas rendah untuk meningkatkan transparansi impor bahan bakarnya, menurut rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas, Minggu (21/12).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said membentuk tim itu bulan lalu untuk membantu pemerintahan baru menghilangkan korupsi dalam industri dan mengembalikan keyakinan investor.
Indonesia, yang diperkirakan akan menjadi importir bensin terbesar dunia pada 2018, adalah satu-satunya pembeli besar bensin dengan angka riset 88 (RON), dan hal ini memberikan peluang untuk penyalahgunaan, ujar kepala tim, Faisal Basri.
Bensin dengan tingkat ini adalah satu-satunya yang disubsidi pemerintah.
"Indonesia adalah satu-satunya pasar untuk RON 88, membuka peluang penciptaan kartel karena bensin itu hanya dijual ke Indonesia," ujar Faisal.
Tim itu merekomendasikan pemerintah mengganti RON 88 dengan mengimpor lebih banyak RON 92, bensin tak bersubsidi utama yang masih tersedia banyak di pasar-pasar global.
Pemerintah seharusnya meningkatkan kualitas kilang domestik untuk memproduksi bahan bakar dengan tingkat lebih tingi daripada mengimpor RON 88, kata Faisal.
Indonesia mengimpor 10 juta barrel RON 88 dan RON 92 per bulan, yang dijual masing-masing sebagai Premium dan Pertamax.
Pertamina, penyedia utama bahan bakar bersubsidi, mengatakan belum siap dengan perubahan seperti itu.
"Pertamina meminta persaingan adil karena jika pilihan hanya Pertamax tanpa subsidi maka akan ada kompetisi terbuka dengan para penjual RON 92 lainnya seperti Shell dan Total," ujar Ahmad Bambang, direktur perdagangan dan pemasaran Pertamina.
Ia mengatakan Pertamina belum dapat memenuhi rekomendasi-rekomendasi tersebut sampai kilang-kilang ditingkatkan, yang dapat memakan waktu empat sampai enam tahun. (Reuters)