Pemerintah akan segera mengevakuasi 60 orang warga negara Indonesia yang ada di Ukraina, menyusul konflik politik di negara itu.
JAKARTA —
Pemerintah akan segera mengevakuasi warga negara Indonesia yang ada di Ukraina, menyusul konflik politik di negara itu. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Istana Negara, Jakarta, Selasa (4/3) mengatakan, saat ini ada 60 warga negara Indonesia di Ukraina, 11 orang diantaranya telah di evakuasi ke Rumania.
"Kurang lebih ada 60 orang warga negara kita. Tadi saya sudah laporkan ke bapak Presiden tentang penanganan masalah ini. Kita akan kelola agar bisa segera di relokasi. Untuk sementara ada 11 orang yang kita relokasi yang pada umumnya adalah keluarga dan anak-anak," kata Menlu Marty Natalegawa.
Sebelas orang yang dipindahkan itu menurut Marty, merupakan anggota keluarga staf Kedutaan Besar RI di ibukota Ukraina, Kyiv, yang sebagian besar adalah anak-anak. 60 WNI yang tinggal di Ukraina termasuk 31 anggota staf diplomatik dan lokal beserta keluarganya, tujuh mahasiswa, 10 tenaga kerja serta warga-warga Indonesia yang menikah dengan warga setempat.
Marty menambahkan, sebagian besar WNI berada di pusat Kota Kyiv, Ukraina, dan tidak ada yang berada di Semenanjung Krimea yang menjadi pusat pergolakan. Meski ada rencana relokasi WNI, pemerintah Indonesia menurut Marty belum berencana menarik para diplomat RI di Ukraina.
Sementara itu terkait sikap politik luar negeri Indonesia terkait instabilitas politik dalam negeri Ukraina, ditegaskan Marty, Pemerintah Indonesia menghormati prinsip kedautalan negara Ukraina. Menurutnya, prinsip itu adalah dasar hubungan antar bangsa yang harus dijunjung tinggi oleh negara-negara lain.
"Posisi prinsipil Indonesia selama ini dalam menghadapi situasi serupa di berbagai kawasan dimanapun. Yang menegaskan prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah sebagai dasar hubungan antar bangsa. Kita juga mendorong semua pihak yang terkait agar menahan diri. Dan untuk mengedepankan penanganan krisis di Ukraina melalui jalan damai," lanjut Menlu Marty Natalegawa.
Pemerintah Indonesia tambah Marty juga meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khususnya Dewan Keamanan PBB agar menjalankan tanggung jawabnya yakni memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
"Kita juga menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk memikul tanggung jawabnya sesuai Piagam PBB, untuk memelihara keamanan internasional. Adalah hal yang tepat jika Sekretaris Jenderal PBB mengirimkan utusan khususnya ke sana (Ukraina)," tambah Menlu Marty Natalegawa.
Sementara itu, Pemerintah mencemaskan kondisi politik di Ukraina akan menimbulkan kemungkinan naiknya harga minyak dan gas. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan permasalahan Ukraina bisa memengaruhi harga minyak dunia. Namun Lutfie memastikan pemerintah siap mengantisipasi segala kemungkinan yang ada.
"Permasalahan di Ukraina memicu naiknya harga migas. Ini kan bisa berpengaruh kepada pasar dunia. Berarti, kalau harga migas naik, artinya harga barang juga naik, itu yang mesti kita antisipasi," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.
Krisis di Ukraina berawal dari rangkaian aksi para pengunjuk rasa menentang kebijakan pemerintahan presiden Viktor Yanukovych sejak akhir tahun 2013 lalu. Situasi semakin memanas setelah aparat kemanan berupaya meredam aksi para pengunjuk rasa yang kemudian berujung menjadi bentrokan hingga menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan pengunjuk rasa.
Krisis dalam negeri itu kemudian menjadi pertikaian antarnegara setelah Rusia pada akhir pekan lalu mengerahkan pasukannya ke wilayah Ukraina di semenanjung Krimea, yaitu wilayah yang dihuni penduduk mayoritas etnis Rusia. Aksi Rusia itu kemudian menimbulkan protes dari Amerika Serikat, Kanada, Prancis, serta negara-negara Uni Eropa.
"Kurang lebih ada 60 orang warga negara kita. Tadi saya sudah laporkan ke bapak Presiden tentang penanganan masalah ini. Kita akan kelola agar bisa segera di relokasi. Untuk sementara ada 11 orang yang kita relokasi yang pada umumnya adalah keluarga dan anak-anak," kata Menlu Marty Natalegawa.
Sebelas orang yang dipindahkan itu menurut Marty, merupakan anggota keluarga staf Kedutaan Besar RI di ibukota Ukraina, Kyiv, yang sebagian besar adalah anak-anak. 60 WNI yang tinggal di Ukraina termasuk 31 anggota staf diplomatik dan lokal beserta keluarganya, tujuh mahasiswa, 10 tenaga kerja serta warga-warga Indonesia yang menikah dengan warga setempat.
Marty menambahkan, sebagian besar WNI berada di pusat Kota Kyiv, Ukraina, dan tidak ada yang berada di Semenanjung Krimea yang menjadi pusat pergolakan. Meski ada rencana relokasi WNI, pemerintah Indonesia menurut Marty belum berencana menarik para diplomat RI di Ukraina.
Sementara itu terkait sikap politik luar negeri Indonesia terkait instabilitas politik dalam negeri Ukraina, ditegaskan Marty, Pemerintah Indonesia menghormati prinsip kedautalan negara Ukraina. Menurutnya, prinsip itu adalah dasar hubungan antar bangsa yang harus dijunjung tinggi oleh negara-negara lain.
"Posisi prinsipil Indonesia selama ini dalam menghadapi situasi serupa di berbagai kawasan dimanapun. Yang menegaskan prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah sebagai dasar hubungan antar bangsa. Kita juga mendorong semua pihak yang terkait agar menahan diri. Dan untuk mengedepankan penanganan krisis di Ukraina melalui jalan damai," lanjut Menlu Marty Natalegawa.
Pemerintah Indonesia tambah Marty juga meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khususnya Dewan Keamanan PBB agar menjalankan tanggung jawabnya yakni memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
"Kita juga menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk memikul tanggung jawabnya sesuai Piagam PBB, untuk memelihara keamanan internasional. Adalah hal yang tepat jika Sekretaris Jenderal PBB mengirimkan utusan khususnya ke sana (Ukraina)," tambah Menlu Marty Natalegawa.
Sementara itu, Pemerintah mencemaskan kondisi politik di Ukraina akan menimbulkan kemungkinan naiknya harga minyak dan gas. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan permasalahan Ukraina bisa memengaruhi harga minyak dunia. Namun Lutfie memastikan pemerintah siap mengantisipasi segala kemungkinan yang ada.
"Permasalahan di Ukraina memicu naiknya harga migas. Ini kan bisa berpengaruh kepada pasar dunia. Berarti, kalau harga migas naik, artinya harga barang juga naik, itu yang mesti kita antisipasi," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.
Krisis di Ukraina berawal dari rangkaian aksi para pengunjuk rasa menentang kebijakan pemerintahan presiden Viktor Yanukovych sejak akhir tahun 2013 lalu. Situasi semakin memanas setelah aparat kemanan berupaya meredam aksi para pengunjuk rasa yang kemudian berujung menjadi bentrokan hingga menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan pengunjuk rasa.
Krisis dalam negeri itu kemudian menjadi pertikaian antarnegara setelah Rusia pada akhir pekan lalu mengerahkan pasukannya ke wilayah Ukraina di semenanjung Krimea, yaitu wilayah yang dihuni penduduk mayoritas etnis Rusia. Aksi Rusia itu kemudian menimbulkan protes dari Amerika Serikat, Kanada, Prancis, serta negara-negara Uni Eropa.