Pemerintah sementara Lebanon, Rabu (27/11) menyetujui perjanjian gencatan senjata yang ditengahi oleh Amerika untuk mengakhiri perang antara Hizbullah dan Israel, dan menegaskan kembali komitmennya untuk mengerahkan tentara Lebanon – yang bekerja sama dengan pasukan penjaga perdamaian PBB – di Lebanon selatan.
Dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan Rabu pagi, Penjabat Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengatakan “Hari ini adalah hari yang baru, di mana kami berharap hal ini akan membawa perdamaian dan stabilitas.”
Perjanjian ini merupakan rencana implementasi dari resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, yang disahkan pada tahun 2006 untuk mengakhiri perang Hizbullah dan Israel yang terakhir, tetapi tidak pernah sepenuhnya dilaksanakan.
Tujuan resolusi itu adalah agar militer Lebanon menjadi satu-satunya pasukan bersenjata di Lebanon selatan bersama dengan pasukan penjaga perdamaian PBB dari misi UNIFIL, dan agar Hizbullah dan pasukan Israel menarik diri dari daerah tersebut. Perjanjian itu akan dipantau oleh Amerika dan Perancis, bersama UNIFIL.
Setelah pemberlakuan gencatan senjata ini, akan akan perundingan tidak langsung mengenai perjanjian perbatasan darat yang difasilitasi oleh Amerika Serikat dan PBB untuk menyelesaikan sengketa titik-titik di sepanjang Garis Biru.
Gencatan senjata Israel-Hizbullah menyerukan penghentian pertempuran selama dua bulan dan mengharuskan Hizbullah mengakhiri kehadiran bersenjatanya di Lebanon selatan, sementara pasukan Israel harus kembali ke wilayah perbatasannya.
Gencatan senjata telah membawa kelegaan bagi negara kecil di Timur Tengah ini, setelah beberapa hari terjadi serangan udara dan bentrokan paling intens sejak perang dimulai, meskipun banyak pihak bertanya-tanya apakah perjanjian untuk menghentikan pertempuran akan tetap berlaku.
Israel mengatakan akan kembali melancarkan serangan jika Hizbullah melanggar perjanjian gencatan senjata yang diumumkan hari Selasa (26/11). [em/ab]