Dinilai mampu mempercepat pembangunan di kawasan pedesaan, pemerintah akan menaikkan jumlah dana desa tahun depan. Desa miskin akan menerima dana lebih besar dibanding mereka yang memiliki kondisi lebih baik. Berbicara di depan ratusan kepala desa di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (16/12), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjanjikan, setiap desa bisa menerima antara Rp 800 juta hingga Rp 3,5 miliar setahun. Kondisi kemiskinan, luas wilayah dan jumlah penduduk yang menjadi faktor penentu besarannya.
Tidak hanya untuk membangun infrastruktur, dana itu juga diharapkan digunakan untuk perbaikan Sumber Daya Manusia (SDM), layanan kesehatan dan juga pendidikan.
"Kemiskinan itu kan tergantung dari berbagai hal, kalau di tingkat desa, itu menyangkut fasilitas dasar. Jadi, dari dana desa bersama-sama dengan dana dari kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten, itu diharapkan untuk hal-hal yang menyangkut fasiiltas dasar, seperti air bersih, pendidikan anak usia dini, Puskesmas dan akses pendidikan itu diharapkan bisa diperbaiki. Itu adalah salah satu persyaratan supaya kemiskinan bisa menurun," kata Sri Mulyani.
Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menekan jumlah penduduk miskin. Data dari Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,77 juta orang atau 10,64 persen. Dengan menggelontorkan dana langsung ke pedesaan, Sri Mulyani menargetkan angka kemiskinan bisa ditekan di bawah 9 persen.
Untuk merealisasi tujuan itu, pemerintah menyediakan tenaga pendamping desa. Pemerintah melarang penggunaan jasa kontraktor dalam pembangunan infrastruktur, agar warga bekerja dalam proyek desa. Berbagai BUMN juga didorong menggunakan dana tanggung jawab sosialnya, untuk mendukung program desa-desa di sekitar lokasi operasional mereka.
Dalam kunjungan ke Desa Ngawen, Magelang, Jawa Tengah, Sri Mulyani menyaksikan bagaimana desa melaporkan penggunaan dananya. Sebuah baliho besar di pasang di halaman kantor desa, memuat rincian sederhana alokasi dana desa. Kepala Desa Ngawen, Daru Apsari Ratnawati kepada Sri Mulyani mengatakan, baliho ini adalah bagian dari upaya transparansi.
"Sejak awal kami menerima Dana Desa, kami membuat laporan seperti ini. Seluruh dana dari beberapa sumber, tidak hanya dari alokasi Dana Desa, biar masyarakat bisa menyaksikan sendiri penggunaannya," kata Daru Apsari.
Your browser doesn’t support HTML5
Ngawen adalah sebuah desa yang tidak jauh dari Candi Borobudur, di Jawa Tengah. Sejak menerima kucuran dana desa dua tahun yang lalu, pemerintah setempat mendeklarasikan diri sebagai desa wisata. Mereka menyediakan paket rafting di sungai, wisata pedesaan, bumi perkemahan dan juga Candi Ngawen sebagai daya tarik utama. Candi Ngawen merupakan candi Budha peninggalan Mataram Kuno, yang merupakan kumpulan lima candi kecil dalam satu kompleks.
Antara Target dan SDM
Dalam sebuah diskusi di Yogyakarta awal pekan lalu, Antropolog Universitas Gadjah Mada, Dr. Bambang Hudayana memaparkan hasil penelitiannya di 20 wilayah seputar penggunaan dana desa. Menurut Bambang, terjadi perubahan positif masyarakat sejak penerapan program dana desa. "Di Sumatera, Maluku, Kalimantan dan Sulawesi terasa sekali perubahan fasilitas fisik tersebut," ujarnya.
Bambang memaparkan, sejumlah desa lebih kreatif dan inovatif dalam pemanfaatan dana ini. Misalnya program bedah rumah di Desa Rappoa, Bantaeng, Sulawesi Selatan yang menjangkau 10 unit rumah setiap tahun. Beberapa desa yang mengalokasikan dana desa untuk penyediaan bidan, penguatan modal bagi kelompok lansia, janda dan duda, serta beasiswa sarjana.
Dalam diskusi yang sama, direktur lembaga penelitian Institute for Research and Empowerment (IRE), Sunaji Zamroni menyoroti problem teknis yang membebani. Dia mengatakan, sejumlah peraturan teknis dana desa yang diterbitkan pemerintah, belum koheren dan sinkron. Dampaknya, desa menjadi sulit menerapkan program-programnya. "Hal ini sering membuat menjadikan desa terkuras energinya hanya untuk mengurusi administrasi dana desa," katanya.
SDM memang menjadi persoalan tersendiri. Ketua Paguyuban Kepala Desa Ngesti Projo Kabupaten Magelang, Sungkono tidak menampik bahwa desa memiliki beban dalam administrasi keuangan. Ini menyebabkan banyak desa terlambat mengirim laporan keuangan termin pertama yang diterima di awal tahun. Desa-desa yang laporannya terlambat, membebani desa lain yang tepat waktu. "Kami minta alokasi dananya jangan mepet di akhir tahun seperti sekarang ini. Dan juga untuk pelaporannya, agar bisa lebih sederhana dan tidak memberatkan," ujar Sungkono.
Menteri Keuangan mengakui pencairan dana desa termin kedua terlambat. Namun, itu disebabkan karena laporan dari desa yang juga terlambat.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengakui, banyak desa terlambat membuat laporan keuangan. Masalahnya, SDM yang dimiliki desa tidak sama, di mana masih banyak aparat desa yang belum memahami sistem keuangan. Sejauh ini, selain menyediakan tenaga pendamping desa yang merupakan sarjana di pedesaan, Kementerian Desa juga menggalang bantuan dari berbagai pihak, baik kementerian lain maupun BUMN.
Eko yang juga hadir di Kabupaten Magelang pada Sabtu lalu menyambut baik konsep pengembangan wilayah dengan program bersama sejumlah intansi. Dalam kasus di Desa Ngawen, BUMN pengelola kawasan wisata Candi Borobudur berperan aktif melakukan pendampingan. Proses ini penting, karena kawasan ini akan dikembangkan dalam skala luas.
April lalu, Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres Nomor 46 Tahun 2017 tentang pembentukan Badan Otorita Pengembangan Pariwisata Borobudur. Di bawah koordinasi Menko Kelautan Luhut Binsar Panjaitan, badan ini akan mengembangkan kawasan wisata utama di Jawa Tengah. Rencana Jokowi membangun Bandara baru di Kulonprogo Yogyakarta, yang berada 60 kilometer di selatan Borobudur, adalah bagian terpadu dari rencana ini. Pemerintah juga akan membangun jalan tol di kawasan ini untuk mempercepat akses.
Rencana terpadu ini tentu membutuhkan dukungan dan pengembangan di kawasan sekitarnya, termasuk desa-desa terkait. Karena itulah, pemerintah mendorong peran BUMN dalam pembangunan desa.
"Yang di Magelang ini, konsepnya sudah terintegrasi antarkementerian. Jadi ada partisipasi dari Kementerian BUMN, Kementerian Desa, Kemeterian Pekerjaan Umum hingga Kementerian Pariwisata. Nah ini, orientasinya ke satu lokasi. Dengan orientasi menyatu ini, semua sumber daya bisa disatukan, bersama juga BUMN dan dunia usaha, dan diharapkan bisa membawa dampak yang lebih besar untuk perekonominan. Contohnya di Desa Ngawen ini bagus karena dibina oleh BUMN pengelola Borobudur," jelas Eko. [ns/em]