Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyasar obat pencair darah Eliquis, obat diabetes Jardiance, dan delapan obat lainnya dalam perundingan pertama soal harga obat pada program asuransi kesehatan nasional Medicare. Negosiasi tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi biaya kesehatan bagi warga AS.
Pemerintah AS, pada Selasa (29/8), merilis daftar sepuluh obat itu, di mana harga obat-obatan tersebut akan dinegosiasikan langsung dengan para produsen.
BACA JUGA: MRI Lebih Efektif Deteksi Kanker ProstatLangkah tersebut diharapkan dapat mengurangi beban biaya untuk pasien. Namun, pemerintah menghadapi ancaman penuntutan dari industri farmasi dan kecaman keras dari anggota kongres Partai Republik, dan butuh waktu bertahun-tahun sebelum konsumen dapat melihat implementasi dari program tersebut.
“Hari ini adalah awal persetujuan baru," ujar Biden. "Layanan kesehatan harus diperbaiki, dan bukan hanya untuk mereka yang mampu saja.”
Usaha penurunan biaya kesehatan itu merupakan agenda penting dalam materi kampanye pemilihan kembali Presiden Joe Biden di saat Partai Demokrat berusaha memperlihatkan kepada warga AS bahwa Biden pantas diberi masa jabatan kedua. Namun seperti negosiasi harga obat, banyak dari kebijakan yang dibuat Biden memerlukan waktu untuk dapat diimplementasikan, dan kini tantangan terletak pada bagaimana ia dapat tetap menarik hati publik agar tetap sabar.
“Untuk Anda semua, saya tahu, dan jutaan orang Amerika juga tahu,” kata Biden di Gedung Putih. “Saya berjanji kepada Anda, saya akan membantu dan saya tidak pernah berhenti memperjuangkan isu ini untuk Anda.”
Dia mencatat bahwa pihak Republik "tidak membantu apa-apa" dalam hal menurunkan harga obat resep.
BACA JUGA: Studi: Sepertiga Warga AS Terpapar Tingkat Kebisingan BerbahayaObat-obat dalam daftar itu membebani Medicare lebih dari $50 miliar antara 1 Juni 2022 dan 31 Mei 2023, demikian menurut Pusat Medicare dan Layanan Medicaid, atau CMS.
Sekitar 9% penerima manfaat asuransi Medicare yang berusia 65 tahun ke atas mengatakan pada 2021 bahwa mereka tidak menebus resep atau mengurangi dosis obat yang diresepkan karena tingginya harga, ungkap riset yang dilakukan oleh lembaga Commonwealth Fund, yang meneliti soal isu layanan kesehatan. [jm/rs]