Warga Libya meluapkan kegembiraannya dengan turun ke jalan pasca pelaksanaan Pemilu pertama di negara itu. Wartawan VOA, Al Pessin, melaporkan dari Tripoli.
TPS-TPS telah tutup di seluruh Libya, dan banyak warga Libya turun ke jalan untuk merayakannya meskipun hasil-hasilnya belum diumumkan. Pemilu ini merupakan sesuatu yang emosional bagi rakyat Libya yang hidup dibawah kediktatoran selama 42 tahun dan menjalani revolusi berdarah belum lama ini.
Pengemudi mobil di Libya membunyikan klakson sebagai perayaan ketika mereka melewati para pejuang revolusioner muda yang menjaga persimpangan jalan utama. Hanya sembilan bulan lalu, para pemuda itu bertempur melawan pasukan Moammar Gaddafi.
Di sebuah sekolah di lingkungan warga kelas menengah, para wanita merayakan dan memamerkan jari bernoda tinta, sebagai bukti bahwa mereka telah memilih.
Di dalam sekolah, bilik-bilik TPS dipisahkan antara laki-laki dan perempuan sesuai aturan. Ada puluhan partai-partai Islam dan relatif sekuler, dan ratusan calon independen. Partai Islamis diperkirakan akan meraih sukses, tapi seorang sarjana Farah Moterdy usia 23-tahun mengatakan ia tidak memilih mereka, karena khawatir mereka akan membatasi hak-hak wanita.
"Jantung saya berdetak cepat. Kemarin saya menangis ketika melihat gambar-gambar orang yang akan ikut dalam pemilu. Siapa yang akan kita pilih? Saya tidak tahu. Kita menginginkan masa depan bagi Libya. Hal ini tergantung pada kita. Itu yang saya tahu, tergantung pada kita." ungkap Moterdy.
Pebisnis Suleiman Giornazi juga emosional, ia menyebut pemilu ini merupakan prestasi besar. Katanya ia tidak khawatir tentang konflik yang sedang berlangsung di pedesaan yang melibatkan pemberontak dan suku-suku yang tidak puas.
"Tidak mengganggu saya. Satu-satunya yang mengganggu saya adalah Gaddafi. Dan ia sudah meninggal. Kita akan baik-baik saja. Ini hanya hambatan kecil dan tidak berarti apa-apa bagi kita. Yang pasti, kita akan melewatinya," kata Giornazi.
Pemilihan berlangsung cukup lancar setelah pelatihan yang lama bagi para pekerja dan pengamat pemilu Libya. Kepala lembaga Jaringan Shahed bagi Pengamat Pemilu, Abdelkarim Mohammed Hassan, rela kehilangan kesempatan memilih di dekat rumahnya di Libya timur karena mesti membantu pemilihan di Tripoli.
"Apa yang saya amati di Tripoli sudah sangat bagus. Dan dari beberapa sumber koordinator saya di berbagai kota di Libya, mereka mengatakan pemilu berlangsung baik. Dan menurut saya kita akan menyelesaikannya dengan baik," ungkap Mohammed Hassan.
Hampir tiga juta penduduk terdaftar untuk memilih, kira-kira 80 persen dari mereka telah memenuhi syarat. Mereka memilih diantara 1.400 kandidat untuk mengisi 200 kursi di Majelis Nasional yang akan membentuk pemerintah sementara dan menetapkan konstitusi baru. Pemilihannya cukup rumit, dan hasilnya akan menentukan masa depan Libya.
Pengemudi mobil di Libya membunyikan klakson sebagai perayaan ketika mereka melewati para pejuang revolusioner muda yang menjaga persimpangan jalan utama. Hanya sembilan bulan lalu, para pemuda itu bertempur melawan pasukan Moammar Gaddafi.
Di sebuah sekolah di lingkungan warga kelas menengah, para wanita merayakan dan memamerkan jari bernoda tinta, sebagai bukti bahwa mereka telah memilih.
Di dalam sekolah, bilik-bilik TPS dipisahkan antara laki-laki dan perempuan sesuai aturan. Ada puluhan partai-partai Islam dan relatif sekuler, dan ratusan calon independen. Partai Islamis diperkirakan akan meraih sukses, tapi seorang sarjana Farah Moterdy usia 23-tahun mengatakan ia tidak memilih mereka, karena khawatir mereka akan membatasi hak-hak wanita.
"Jantung saya berdetak cepat. Kemarin saya menangis ketika melihat gambar-gambar orang yang akan ikut dalam pemilu. Siapa yang akan kita pilih? Saya tidak tahu. Kita menginginkan masa depan bagi Libya. Hal ini tergantung pada kita. Itu yang saya tahu, tergantung pada kita." ungkap Moterdy.
Pebisnis Suleiman Giornazi juga emosional, ia menyebut pemilu ini merupakan prestasi besar. Katanya ia tidak khawatir tentang konflik yang sedang berlangsung di pedesaan yang melibatkan pemberontak dan suku-suku yang tidak puas.
"Tidak mengganggu saya. Satu-satunya yang mengganggu saya adalah Gaddafi. Dan ia sudah meninggal. Kita akan baik-baik saja. Ini hanya hambatan kecil dan tidak berarti apa-apa bagi kita. Yang pasti, kita akan melewatinya," kata Giornazi.
Pemilihan berlangsung cukup lancar setelah pelatihan yang lama bagi para pekerja dan pengamat pemilu Libya. Kepala lembaga Jaringan Shahed bagi Pengamat Pemilu, Abdelkarim Mohammed Hassan, rela kehilangan kesempatan memilih di dekat rumahnya di Libya timur karena mesti membantu pemilihan di Tripoli.
"Apa yang saya amati di Tripoli sudah sangat bagus. Dan dari beberapa sumber koordinator saya di berbagai kota di Libya, mereka mengatakan pemilu berlangsung baik. Dan menurut saya kita akan menyelesaikannya dengan baik," ungkap Mohammed Hassan.
Hampir tiga juta penduduk terdaftar untuk memilih, kira-kira 80 persen dari mereka telah memenuhi syarat. Mereka memilih diantara 1.400 kandidat untuk mengisi 200 kursi di Majelis Nasional yang akan membentuk pemerintah sementara dan menetapkan konstitusi baru. Pemilihannya cukup rumit, dan hasilnya akan menentukan masa depan Libya.