Pemilu di Los Angeles: Ganjar-Mahfud Menang Hingga Masalah Pemutakhiran Data Pemilih yang Terus Terjadi

Saksi dari partai maupun paslon hadir untuk menyaksikan penghitungan suara di aula gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Los Angeles. (Rivan Dwiastono/VOA)

Sembilan bilik penghitungan suara untuk metode pos dibuka, Kamis (15/2) di aula gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Los Angeles.
“Paslon nomor urut tiga… sah?” tanya salah seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) sambil memeriksa hasil pencoblosan surat suara pilpres, yang disambut dengan tanggapan saksi, “Sah!”

Riuh rendah pembacaan surat suara memenuhi setiap sudut aula. Para saksi dengan seksama memerhatikan setiap surat suara yang dibuka dan dibacakan oleh petugas sebelum dicatat pada formulir model C hasil pemilu. Para saksi juga membuat catatan sendiri sebagai pembanding.

Ada sekitar 3.200 paket pos berisi surat suara yang diterima Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Los Angeles hingga 14 Februari, tenggat waktu penerimaan surat suara pos, kata Ketua PPLN LA Rosdiana Susanto kepada VOA, Kamis (15/2).

“Tidak termasuk return to sender,” tambahnya, merujuk pada paket yang tidak sampai ke tangan pemilih dan dikembalikan kantor pos kepada panitia sebagai pihak pengirim.

Petugas KPPSLN Los Angeles membuka segel kotak suara sebelum proses penghitungan.

Setiap sampul seharusnya berisi satu surat suara pilpres dan satu surat suara pemilihan legislatif DPR RI dari Dapil DKI Jakarta 2.

Saat penghitungan suara dilakukan, sebanyak 258 surat suara pilpres dinyatakan tidak sah. Alasannya beragam, ada yang surat suaranya sama sekali tidak dicoblos, ada yang nomor urut paslonnya dilingkari dengan pulpen, ada pula yang melampirkan potongan surat suara dengan foto salah satu paslon pilihan yang sudah digunting.

Dari 15.717 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Los Angeles, hanya sekitar 3.800 pemilih (24 persen) yang pada akhirnya menggunakan hak pilih mereka.

Masalah Berulang dari Pemilu ke Pemilu

Adi Susmono, ketua Timnas Anies-Muhaimin AS yang menjadi saksi pada penghitungan suara, menyoroti ketidakakuratan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Los Angeles. Menurutnya, masalah itu sudah terjadi sejak setidaknya dua pemilu sebelumnya, pada 2014 dan 2019.

“Karena ada orang yang sudah meninggal, orang yang pulang udah beberapa tahun yang lalu, udah lebih dari dua kali pemilu, dia masih dapat kiriman (surat suara pos),” ungkap Adi kepada VOA, Rabu (14/2).

Terdapat sembilan bilik penghitungan surat suara pos di PPLN Los Angeles untuk mempercepat proses penghitungan suara

“Sebetulnya kami mengusulkan kepada PPLN, kalau bisa di-sharing softcopy sejak dari DPS (Daftar Pemilih Sementara) hingga DPT, masyarakat bisa ikut mengawasi siapa yang sudah berubah kewarganegaraan, siapa yang udah pulang for good, siapa yang meninggal, dan sebagainya,” tambah Adi.

Senada dengan Adi, saksi paslon nomor urut 03 Ganjar-Mahfud, Andayani Widianingsih, juga mengeluhkan masalah tersebut.

“Dari awal aja kita selalu punya problem, dari setiap pemilu ada yang dapat (surat suara), ada yang tidak dapat, ada yang double,” ungkap perempuan paruh baya yang mengaku sudah empat kali mengikuti pemilu di Los Angeles itu.

“Tadi saya sempat bicara, kenapa tidak bekerja sama dengan bagian imigrasi? ‘Kan di imigrasi ada data, yang ini udah warga negara (asing), yang ini tidak, karena setiap orang yang mau ke luar negeri pasti harus punya visa kalau statusnya udah warga negara AS,” lanjutnya.

PPLN Los Angeles juga mengakui isu pemutakhiran data DPT sebagai kendala mereka yang kini menjadi pekerjaan rumah bagi penyelenggaraan pemilu berikutnya di Los Angeles.

"(Pemilu) lima tahun ke depan, kami rasa data yang paling harus diperbaiki," kata Rosdiana Susanto, ketua PPLN Los Angeles, kepada VOA, hari Kamis (15/2).

Petugas KPPSLN Pos menunjukkan surat suara pilpres yang sudah digunakan pemilih ke hadapan saksi untuk menentukan keabsahannya.

"Terkait dengan data pemilih yang sudah meninggal dan sudah menjadi WNA itu di luar kemampuan kami untuk mencari, karena memang kami ini kan menerima data dari KPU dan data itu dari Kemenlu. Jadi, waktu masa pencoklitan (pencocokan dan penelitian data, red.) bulan Februari sampai Maret (2023) itu memang sudah dilakukan (pemutakhiran), tapi kan banyak sekali pemilih yang tidak dapat dihubungi," urainya panjang.

Sementara itu, saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran di Los Angeles, Servius Ponamon, ingin semua peraturan pemilu diberikan secara tertulis. Pasalnya, masih terjadi peristiwa ketika ia sebagai saksi tidak menerima penjelasan pasti mengenai sejumlah prosedur dan aturan.

Rosdiana mengamini masukan tersebut. Ia menuturkan, "(Masalah) data sih yang paling penting dan juga komunikasi dengan KPU terkait dengan manual, prosedur."

Your browser doesn’t support HTML5

Penghitungan Surat Suara Hari Kedua di Los Angeles, Fokus ke Surat Suara Pos

Tantangan Sosialisasi Pemilu

Selain pemutakhiran data DPT, sosialisasi pemilu kepada para pemilih di Los Angeles menjadi tantangan tersendiri. Rosdiana mengatakan, metode sosialisasi PPLN yang mengandalkan media sosial tidak sesuai dengan demografi pemilih di sana.

"Harapannya KPU kan kita berkomunikasi menggunakan media sosial, sedangkan (pemilih) di AS ini kan kebanyakan mereka adalah penduduk berusia lanjut yang tidak menggunakan media sosial seperti Instagram, Facebook," tuturnya.

Selain itu, banyak pemilih yang tinggal jauh dari lokasi pemungutan suara.
Hal ini dialami Julia, salah seorang pemilih yang pada hari pencoblosan tanggal 10 Februari di TPSLN Los Angeles sempat ditolak karena belum mengurus surat pindah memilih. Ia mengaku tidak menerima banyak informasi mengenai pemilu, termasuk ketentuan pindah memilih, karena dirinya tidak mahir bermedia sosial. Apalagi ia dan suaminya tinggal sekitar dua jam dari Los Angeles.

“Mereka berharap saya ikuti Instagram, (tapi) saya old school,” kata Julia yang bekerja sebagai perawat selama lima tahun terakhir di AS. “Jadi tidak social media person, jadi nggak tahu update seperti itu.”

Ketika terjadi kejadian khusus, seperti surat suara pilpres dan pileg yang dimasukkan ke dalam amplop pos yang sama, petugas KPPSLN Pos harus menyampaikannya kepada saksi.

Rosdiana, yang baru pertama kali terlibat dalam Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) pada pemilu kali ini, mengatakan bahwa cara paling tepat untuk mensosialisasikan pemilu di wilayah kerjanya adalah melalui pertemuan tatap muka.

"Datang langsung sebenarnya," imbuhnya. “Cuma kan memang harapan dari KPU kita lebih memaksimalkan fasilitas online untuk menghubungi WNI yang ada di luar negeri. Itulah kendala kami.”

Dari total DPT di Los Angeles sebanyak 15.717 pemilih, pada pemutakhiran data tahun lalu, sebanyak 14.517 pemilih (92,3 persen) memilih menggunakan metode pos, sedangkan sisanya, 1.200 pemilih (7,6 persen), memilih untuk datang langsung ke TPSLN untuk mencoblos. [rd/es]

Virginia Gunawan dan Nabila Ganinda berkontribusi pada laporan ini.