Dalam 18 bulan terakhir ini Biro Penyidik Federal FBI telah melipatgandakan penyelidikan terhadap terorisme domestik. VOA berbincang dengan beberapa pakar kontra-terorisme yang menggunakan teknik yang sebelumnya digunakan di luar negeri untuk melawan masalah yang berkembang di dalam Amerika, yaitu dengan melibatkan tokoh agama.
Mengajar kaum muda di Abyan, Yaman, untuk membangun tembok telah sekaligus membangun identitas dan komunitas mereka, ujar Loujain Kiki, pejabat di Pusat Internasional Untuk Agama dan Diplomasi ICRD.
“Kami menggunakan strategi ini untuk meningkatkan ketahanan terhadap ekstremisme, khususnya di komunitas yang memiliki kelompok pemuda yang rentan,” ujar Kiki.
Dua per tiga dari pemuda yang disurvei di Abyan mengatakan kepada ICRD bahwa program ini membuat mereka cenderung tidak bergabung dengan kelompok bersenjata. Fitur utama pendekatan yang dilakukan ICRD ini adalah dengan bermitra bersama pemimpin agama guna membasmi ideologi ekstremis yang kejam, sebelum ideologi itu masuk ke benak anak-anak muda ini.
Kembali Loujain Kiki. “Para pemimpin agama yang memiliki kapasitas, kesadaran dan hubungan yang sangat dalam dengan konstituen mereka akan dapat mendeteksi tanda-tanda awal terjadinya radikalisasi.”
Kini ICRD menggunakan strategi yang sama ke rumah-rumah ibadah di delapan kota Amerika.
Presiden ICRD James Patton mengatakan, “Merupakan hal yang sangat penting untuk mengidentifikasi pembawa pesan utama yang memiliki wewenang dan legitimasi, tetapi sekaligus dapat melakukan intervensi dengan menggunakan doktrin dari tradisi kepercayaan untuk melawan penggunaan aksi kekerasan untuk menyelesaikan perbedaan.”
Patton mengatakan pendekatan ini sangat penting karena sebagian aktivis sayap kanan menggunakan iman Kristen mereka untuk membenarkan aksi kekerasan, seperti yang mereka lakukan dalam kerusuhan di Capitol Hill 6 Januari 2021. Para pakar mengatakan fenomena itu dikenal sebagai nasionalisme Kristen dan dapat bercampur dengan kepercayaan supremasi kulit putih seperti yang diyakini kelompok Proud Boys. Tujuan kelompok-kelompok ini adalah untuk mempertahankan agar Amerika tetap menjadi negara “orang kulit putih dan Kristen.”
Anggota Divisi Kontra-Terorisme FBI Timothy Langan mengatakan, “Kami menilai ekstremisme kekerasan bermotif rasial atau etnis, mengadvokasi superioritas ras kulit putih dan ekstremis kekerasan anti-pihak berwenang atau anti-pemerintah khususnya, merupakan kelompok milisi ekstremis dengan ancaman yang paling buruk.”
BACA JUGA: AS Alami Peningkatan Ancaman DisinformasiPakar kontra-terorisme Vidhya Ramalingam menilai ideologi ekstremisme kekerasan memiliki akar yang sama. “Apa yang seringkali muncul adalah kebutuhan untuk memiliki, hasrat untuk menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri.”
Ramalingam memimpin “Moonshot Team,” yaitu suatu teknologi rintisan yang mengarahkan mereka yang mencari informasi ekstremis di dunia maya ke sumber daya untuk mendapatkan pekerjaan dan komunitas.
“Kita tidak membutuhkan mekanisme terpisah untuk memerangi jihadisme atau neo-naziisme. (Karena) pada akhirnya yang kita butuhkan adalah intervensi yang sangat mirip,” kata Ramalingam.
James Patton di ICRD mengatakan hasilnya akan jelas, “Ukuran kesuksesan terbesar bagi saya adalah ketika mulai melihat munculnya argumen bernuansa dalam kelompok identitas di mana orang-orang mengatakan 'kamu tahu apa?' hanya karena mereka percaya X bukan berarti harus mengadvokasi Y.”
Ramalingam dan Patton mengatakan sudah waktunya agar metode-metode deradikalisasi yang berhasil di suatu tempat, diterapkan di Amerika. [em/lt]