Para pemimpin dunia yang hari Senin (7/11) bertemu untuk pembicaraan iklim di Mesir berada di bawah tekanan untuk memperdalam pengurangan emisi dan memberi dukungan finansial untuk negara-negara berkembang yang telah rusak oleh dampak kenaikan suhu.
KTT Iklim PBB COP27 di Sharm el-Sheik, kota resor di kawasan Laut Merah, berlangsung sementara berbagai negara di seluruh dunia menghadapi bencana alam yang kian intens, yang telah merenggut ribuan nyawa pada tahun ini saja dan menimbulkan kerugian miliaran dolar.
Pada acara pembukaan yang dilaksakan pada Minggu (6/11), para pejabat COP27 mendesak pemerintah negara-negara agar meningkatkan upaya mengatasi perubahan iklim terlepas dari krisis ekonomi terkait perang Rusia di Ukraina, krisis energi, inflasi yang membubung dan pandemi COVID-19 yang terus berlangsung.
“Yang dikhawatirkan adalah prioritas lainnya yang didahulukan,” kata pejabat perubahan iklim senior PBB Simon Stiell pada konferensi pers. Dunia harus memangkas emisi gas rumah kaca 45% pada tahun 2030 untuk membatasi pemanasan global 1,5 derajat Celsius di atas level pada akhir abad ke-19.
Namun, kecenderungannya sekarang ini adalah polusi karbon meningkat 10% pada akhir dekade dan permukaan Bumi memanas 2,8 derajat Celsius, menurut berbagai temuan yang diungkapkan dalam beberapa hari ini.
Hanya 29 dari 194 negara yang telah mengetengahkan rencana iklim yang lebih baik, seperti yang diserukan pada pembicaraan PBB di Glasgow tahun lalu, kata Stiell.
Sekitar 110 kepala negara dan pemerintahan diperkirakan berpartisipasi dalam pembicaraan dua hari. Pemimpin China Xi Jinping, yang negaranya merupakan penghasil gas rumah kaca utama dunia, absen dalam KTT ini.
Presiden AS Joe Biden, yang negaranya menduduki tempat kedua dalam daftar pembuat polusi utama, akan bergabung dengan COP27 belakangan pekan ini setelah pemilihan paruh waktu hari Selasa. Pada pemilihan ini, partai Republik yang bersikap memusuhi tindakan internasional terhadap perubahan iklim dapat mengambil alih mayoritas di Kongres.
"Kerugian dan Kerusakan’
Luiz Inacio Lula da Silva, yang baru saja menang pemilihan presiden Brasil, diperkirakan akan menghadiri KTT ini. Harapan tinggi disematkan padanya bahwa ia akan melindungi Amazon dari deforestasi setelah ia mengalahkan Presiden Jair Bolsonaro yang skeptis mengenai iklim.
Pemimpin baru lainnya, PM Inggris Rishi Sunak, membatalkan keputusannya untuk absen dalam pembicaraan ini. Ia akan mendesak negara-negara untuk bergerak “lebih jauh dan lebih cepat” dalam mengalihkan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap. Ia juga akan mengadakan diskusi dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Pada hari Minggu, para kepala negara berkembang meraih kemenangan kecil sewaktu para delegasi sepakat untuk memasukkan isu kontroversial mengenai uang untuk “kerugian dan kerusakan” dalam agenda KTT itu.
BACA JUGA: COP27 Dibuka, Kompensasi Iklim bagi Negara Rentan Resmi Jadi Agenda DiskusiPakistan, yang memimpin blok negosiasi G77+China yang berpengaruh dan beranggotakan lebih dari 130 negara berkembang, telah menjadikan isu itu sebagai prioritas.
“Kami jelas menganggap ini sebagai keberhasilan bagi para pihak,” kata Sameh Shoukry dari Mesir, yang memimpin COP27 ini.
AS dan Uni Eropa telah bertindak lamban mengenai isu ini selama bertahun-tahun, karena khawatir ini akan menciptakan suatu kerangka kerja ganti rugi yang terbuka.
BACA JUGA: Mesir Berlakukan Langkah Keamanan Ketat untuk COP27Namun, Wakil Presiden Komisi Eropa Frans Timmermans menyambut baik dimasukkannya kerusakan dan kerugian itu dalam agenda. Ia mencuit bahwa “krisis iklim memiliki dampak melebihi apa yang dapat ditanggung sendiri oleh negara-negara yang rentan.”
Negara-negara kaya juga diperkirakan akan menetapkan jadwal pengiriman $100 miliar per tahun utnuk membantu negara-negara berkembang menjadikan ekonomi mereka lebih ramah lingkungan dan membangun ketahanan terhadap perubahan iklim pada masa mendatang.
COP27 dijadwalkan berlangsung hingga 18 November dengan pertemuan tingkat menteri. [uh/ab]