Pemimpin Jerman Bela Kesepakatan Hentikan Migran di Perbatasan Uni Eropa

  • Associated Press

Migran berdiri di atas kapal penangkap ikan di Pelabuhan Paleochora, setelah operasi penyelamatan di lepas pantai Pulau Kreta, Yunani, 22 November 2022. (Foto: Reuters)

Kanselir Jerman Olaf Scholz, Kamis (22/6), membela kesepakatan untuk menghentikan migran memasuki Uni Eropa sampai peluang mereka untuk mendapatkan suaka ditinjau, dengan alasan bahwa pengaturan yang selama ini diterapkan negara itu "sama sekali tidak berfungsi."

Berbicara kepada para anggota parlemen di Berlin, ia mengatakan kompromi yang dicapai awal bulan ini oleh 27 negara anggota Uni Eropa setelah negosiasi bertahun-tahun adalah “kesepakatan bersejarah."

Kelompok-kelompok HAM mengkritik kesepakatan itu, dengan mengatakan para migran, termasuk keluarga dengan anak-anak, akan ditahan di kamp-kamp, sementara pihak berwenang memeriksa apakah mereka kemungkinan akan diberikan perlindungan pengungsi di dalam UE. Detailnya masih harus dibicarakan dalam negosiasi dengan Parlemen Eropa, yang harus menyetujui perubahan aturan migrasi Uni Eropa sebelum diberlakukan.

Kanselir Jerman Olaf Scholz memegang dokumen selama konferensi pers di House of 'Bundespressekonferenz' di Berlin, Jerman, 14 Juni 2023. (Foto: Reuters)

"Saya tahu bahwa perjanjian itu bukannya tanpa kontroversi di Jerman," kata Scholz kepada parlemen. “Semua orang harus berkompromi, termasuk Jerman.”

“Tapi itu adalah hal yang benar untuk dilakukan demi kepentingan persatuan dan kemampuan Eropa untuk bertindak,” tambahnya. “Itu benar, karena sistem kita saat ini benar-benar tidak berfungsi.”

Pada periode Januari hingga Mei, total 135.961 orang mengajukan permohonan suaka di Jerman, naik 76,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menurut Kantor Federal untuk Urusan Migrasi dan Pengungsi negara itu.

Kebanyakan dari mereka berasal dari Suriah, Afghanistan atau Turki.

BACA JUGA: PBB: Jumlah Pengungsi Catat Rekor 110 Juta Orang

Pada tahun 2022, 12.945 pencari suaka yang ditolak dideportasi dari Jerman. Namun, menurut otoritas Jerman, ada 304.308 orang di Jerman per 31 Desember 2022, yang permohonan suaka mereka telah ditolak tetapi belum dideportasi, lapor kantor berita Jerman DPA.

Alasan penundaan deportasi mereka bermacam-macam, mulai dari masalah kesehatan hingga hambatan birokrasi. Seringkali membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai keputusan akhir tentang permohonan suaka dibuat karena pemohon dapat mengajukan banding melalui pengadilan jika klaim mereka ditolak.

Scholz mencatat bahwa banyak migran tidak mengajukan permohonan suaka sampai mereka mencapai Jerman, meskipun negara itu dikelilingi oleh negara anggota UE lainnya yang harus mendaftarkan mereka terlebih dahulu di bawah aturan blok yang ada.

Seorang migran membaca ayat-ayat Alquran di atas kapal kemanusiaan Spanyol Open Arms saat tiba di dekat pantai Lampedusa di Laut Mediterania, Kamis, 15 Agustus 2019. (Foto: AP)

“Mereka yang hanya memiliki peluang sangat kecil untuk diakui sebagai pengungsi akan melalui proses suaka dan pemulangan yang cepat di perbatasan eksternal (Uni Eropa) di masa mendatang,” katanya. “Namun, mereka yang memiliki peluang bagus untuk mendapatkan perlindungan di Eropa, karena mereka berasal dari zona perang atau dianiaya secara politik, akan terdaftar dan dapat memasuki Uni Eropa di masa mendatang.”

Scholz mengatakan sistem baru itu akan meringankan beban Jerman, yang telah melihat lebih dari 2 juta aplikasi suaka selama dekade terakhir.

Ia menekankan bahwa negara-negara yang menolak untuk menerima jatah pengungsi di masa depan harus memberikan kontribusi keuangan untuk biaya yang ditanggung oleh negara lain. [ab/lt]