Pemimpin Militer Sudan Tepis Ancaman Sanksi dari Barat

Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dalam sebuah wawancara di Khartoum, Ibu Kota Sudan, 4 Desember 2021. (Foto: El Tayeb Siddiq/Reuters)

Pemimpin militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, pada Sabtu (12/2) menepis ancaman sanksi-sanksi oleh Barat.

Burhan memimpin kudeta militer pada 25 Oktober yang mengakhiri kemitraan antara pihak militer dan sipil. Kemitraan itu sedianya bertujuan untuk mengadakan pemilu demokratis. Kudeta itu memicu aksi protes berbulan-bulan dan kecaman dari Barat.

Para pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan mereka berupaya mencari beberapa pilihan untuk merespons pembunuhan sedikitnya 79 demonstran, serta menanggapi upaya yang menghambat pemerintahan sipil.

Dalam wawancara pertamanya di televisi sejak kudeta, Burhan mengatakan AS menerima informasi yang tidak akurat.

"Sanksi-sanksi dan ancaman dari mereka tidak berguna," katanya.

Burhan mengatakan ia mengklaim bertanggung jawab secara pribadi atas penyelidikan kematian beberapa demonstran. Namun, ia menambahkan bahwa ada kecurigaan mengenai keterlibatan "kelompok-kelompok luar," tanpa memberi perincian.

Angkatan bersenjata Sudan berkomitmen untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan terpilih atau kepada suatu pengaturan yang diputuskan melalui "konsensus nasional," katanya. Ia mengulangi lagi komitmennya untuk mengadakan pemilu pada pertengahan 2023. [vm/ft]