Ketika orang-orang di seantero Inggris berada di rumah di tengah suhu yang membeku dan karantina wilayah nasional, sebanyak hampir 300 lansia – laki-laki dan perempuan – berbaris di luar sebuah puskesmas di timur laut London untuk vaksinasi COVID-19.
Meski demikian, topi bertepi lebar dan mantel hitam panjang yang dipakai untuk melindungi diri dari hawa dingin, mereka kenakan lebih untuk alasan keagamaan daripada faktor cuaca.
Umat Yahudi ultra-Ortodoks itu merupakan anggota masyarakat yang terutama terdampak parah pandemi virus corona, yang telah menewaskan 117 ribu orang di Inggris.
Dengan harapan untuk meruntuhkan penghalang yang terkadang mengisolasi umat Ortodoks dari masyarakat luas, para pemimpin komunitas itu menggelar program vaksinasi dadakan pada Sabtu malam, bertepatan dengan akhir hari Sabat, hari rehat umat Yahudi.
Mereka yakin itu adalah waktu terbaik untuk menarik umat karena akan cocok dengan jadwal pascalayanan – dan mereka akan lebih santai karena sedang libur.
Seperti Asher Warmberg yang berusia 66 tahun. Dalam wawancara dengan kantor berita Associated Press setelah disuntik vaksin, Warmberg mengatakan: “Saya ingin menemui cucu-cucu saya. Saya belum bertemu mereka selama berbulan-bulan. Tentu saja ini adalah waktu yang pas untuk divaksin. Saya harap saya bisa segera bertemu mereka.”
Sementara bagi Mark Shelton yang bekerja sebagai guru SD, vaksinasi bisa melindungi dirinya dan anak-anak didiknya.
“Saya bekerja dengan anak-anak dan, sungguh, apa yang dilakukan orang-orang yang tinggal di Hackney Hatzola ini ide yang bagus, dan jika memang ada kesempatan untuk membuat hidup lebih aman, lebih mudah dan bisa menyelamatkan nyawa orang lain, hal itu luar biasa, kenapa tidak?” katanya.
Karena Layanan Kesehatan Nasional Inggris, NHS, tengah mengejar target penyuntikan dosis pertama vaksin COVID-19 terhadap lebih dari 15 juta warga per pertengahan Februari, para petugas kesehatan mencoba mengjangkau mereka yang mungkin terlewat.
Kebutuhan vaksinasi nyatanya sangat besar di Stamford Hill, pusat komunitas ultra-Ortofoks di London utara.
Karena umat ultra-Ortodoks banyak yang menghindari media sosial dan internet, orang-orang di sana terlembat menyadari bahaya COVID-19 dan, sebagai akibatnya, komunitas mereka mengalami salah satu tingkat penularan virus corona tertinggi di London.
BACA JUGA: Inggris Turunkan Peringatan COVID-19 Nasional dari Level 5 ke 4Banyak yang jatuh sakit pada Maret lalu setelah Festival Purim, festival Yahudi di mana orang-orang berpesta dan bergembira.
Para pemimpin komunitas setempat bertekad tidak mengulangi hal itu, dan menggalang dana hingga $13,840 untuk meminta London School of Hygiene and Tropical Medicine meneliti alasan mereka sangat terdampak oleh pandemi.
Hasil analisa terhadap sampel darah 1,242 orang menunjukkan tingkat penularan hingga 64%, salah satu yang tertinggi yang pernah tercatat di manapun di dunia. Di sisi lain, Badan Statistik Nasional memperkirakan sekitar 16% populasi Inggris sudah tertular COVID-19.
Para pemimpin komunitas kini percaya bahwa satu cara untuk mencegah kambuhnya kembali penyakit itu adalah dengan memastikan sebanyak mungkin orang divaksinasi. Alhasil, mereka meniadakan alasan untuk tidak ikut vaksinasi.
Selain soal waktu, pesan juga disebarluaskan lewat kanal komunitas, sehingga orang-orang yang tidak menggunakan internet tetap mendapat kabar tersebut.
Untuk alasan sensitivitas keagamaan, program vaksinasi pun dibantu oleh staf kesehatan laki-laki dan perempuan.
Pemimpin keagamaan lain pun ikut ambil bagian, seperti Mustafa Field dari Forum Keagamaan London, yang seorang Muslim. Mereka berharap percontohan lintas-agama bisa membantu organisasi kemasyarakatan ikut memimpin.
(Yang jelas), percontohan itu diharapkan pemerintah Inggris bisa juga digunakan ke seantero negeri seiring upaya NHS untuk memastikan program vaksinasi tidak melewatkan komunitas-komunitas lain yang sulit dijangkau.
"Apa yang mereka lakukan di sini sungguh sebuah pelajaran berharga, kami bisa meniru beberapa hal, kemudian menerapkannya di wilayah lainnya di negara ini. Anda tahu, mereka juga ke Manchester loh, di mana mereka menggelar layanan sejenis. Maka itu, kami akan menjadikan ini sebagai contoh kerja sama yang apik antara komunitas keagamaan dengan pemerintah lokal, dan tentu saja NHS, yang, seperti Anda lihat di sini, bisa menarik antrean orang hingga penuh malam ini," papar Menteri Vaksinasi Inggris, Nadhim Zahawi.
Pemimpin Yahudi juga berharap program vaksinasi akan membantu menghapus kesalahpahaman terkait umat Yahudi ultra-Ortodoks yang dinilai mengabaikan bahaya COVID-19.
Sebelumnya, polisi menggerebek sebuah pesta perniakahan yang digelar di sekolah setempat Januari lalu karena dihadiri 100 orang, di mana hal itu melanggar aturan karantina wilayah yang melarang acara dengan jumlah massa yang besar.
BACA JUGA: Survei di Inggris: Vaksin COVID-19 Pfizer Tunjukkan Tingkat Antibodi TinggiPenyelidikan oleh media Jewish News menunjukkan bahwa acara itu bukan satu-satunya. Berita utama yang buruk tentang acara tersebut dianggap menodai seluruh komunitas, alih-alih perbuatan segelintir oknum.
Vaksinasi COVID-19 lantas menjadi “langkah yang besar” bagi komunitas Ortodoks dan warga Inggris secara keseluruhan, kata Rabi Michael Bieberfeld saat menjalani vaksinasi.
“Saya rasa ini adalah satu langkah besar dan saya senang, seperti dikatakan salah seorang rabi Israel, bahwa ‘Ini hanya sebuah suntikan bagi orang yang divaksin, tapi merupakan lompatan besar bagi kita semua, bagi kemanusiaan.’ Ini membawa kita selangkah lebih dekat untuk bisa menjalani hidup yang normal lagi dan sesungguhnya wajib bagi laki-laki dan perempuan Yahudi Ortodoks untuk menjalani vaksinasi secepatnya, untuk memastikan seseorang sehat dan tidak menulari orang lain," katanya. [rd/jm]