Bupati Cianjur Herman Suherman terus menyoroti kasus-kasus kawin kontrak di wilayahnya, khususnya di tiga kecamatan yakni Cipanas, Pacet, dan Sukaresmi. Namun, kata dia, pemerintah kesulitan melakukan pendataan sebab tidak banyak masyarakat yang mau melaporkannya. Karena itu, sebagai upaya lain, pemerintah terus mensosialisasikan Peraturan Bupati Cianjur Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pencegahan Kawin Kontrak.
"Mereka tidak mau transparan, tapi bukti-buktinya banyak masyarakat yang menjadi korban perkawinan kontrak. Bahkan tidak sedikit yang memiliki anak," jelas Herman Suherman saat membuka diskusi berjudul "Upaya Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan", Senin (23/5/2022).
Herman menambahkan para korban biasanya dibujuk dengan harta agar mau kawin kontrak. Sejumlah korban, contohnya, dijanjikan dibelikan rumah dan mobil, namun kemudian ditinggalkan setelah kawin kontrak berakhir. Rumah dan mobil tidak dapat dimiliki karena hanya sewa. Bagi perempuan yang dikaruniai anak, situasinya lebih memprihatinkan karena harus membesarkan sang anak tanpa tunjangan mantan suami.
Herman mengatakan praktik kawin juga bertentangan dengan Undang-undang Perkawinan yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia. Kawin kontrak, katanya, merugikan masyarakat, khususnya perempuan dan anak.
"Lahirnya Peraturan Bupati ini sebagai tanggung jawab moral kita yang merupakan langkah antisipatif dan responsif, serta sebagai payung hukum melindungi hak-hak perempuan dan anak," tambahnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Dosen Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ) Jakarta, Nur Rofiah menjelaskan kawin kontrak juga tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam. Ini mengacu kepada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Oktober 1997 dan Keputusan Bahtsul Masail (forum kajian Nahdlatul Ulama’) pada Oktober 1997 yang menyatakan hukum kawin kontrak haram dan tidak sah.
"Artinya kawin kontrak itu bukan perkawinan menurut Islam. Berarti tidak boleh, sepertinya kawin tapi bukan," jelas Nur Rofiah.
BACA JUGA: Penyuluh Agama di Tengah Dua Persen Angka Pernikahan DiniNur mengatakan kawin kontrak tidak sesuai dengan cita-cita perkawinan menurut Islam. Menurutnya, pemahaman kawin kontrak sama dengan era jahiliyah (kebodohan) yang menilai perempuan hanya sebagai alat seksual dan reproduksi. Pola pikir seperti itu kemudian diubah oleh ajaran Islam yang memposisikan sama perempuan dan laki-laki.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Ratna Susianawati mengapresiasi pembuatan dan sosialisasi aturan pencegahan kawin kontrak. Menurutnya, komitmen pemerintah terhadap perempuan dan anak, termasuk penghapusan kawin kontrak sudah tidak perlu diragukan lagi.
BACA JUGA: Aturan Hukum Tak Cukup Mampu Mencegah Perkawinan AnakSelain itu, Presiden Joko Widodo juga telah memberikan lima arahan terkait perempuan dan anak di antaranya yaitu peningkatan pemberdayaan kewirausahaan perempuan, penurunan pekerja anak, dan pencegahan perkawinan anak.
"Tentunya dalam mencapai lima arahan presiden. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tidak bisa bekerja sendiri, kerja sama multipihak, kolaborasi menjadi bagian yang terus kita gaungkan," ujar Ratna.
Ratna mengimbau masyarakat agar lebih sensitif terhadap ancaman-ancaman atau bujukan yang kerap menjadi modus kawin kontrak atau perdagangan orang. [sm/ab]