Kelompok Syiah dan Ahmadiyah meminta pemerintah mengambil langkah tegas untuk mencegah terjadi kekerasan dan intimidasi terhadap kedua kelompok tersebut.
JAKARTA —
Juru bicara Lembaga Bantuan Hukum Universalia Hertasning Ichlas mengatakan selama enam bulan terakhir eskalasi ancaman dan kekerasan terhadap komunitas muslim Syiah di seluruh Indonesia naik dan cukup mengkhawatirkan.
Di beberapa tempat selebaran, spanduk, buku yang berisi fitnah dan hasutan kebencian terhadap Syiah ditebar oleh kelompok intoleran. Baru-baru ini kelompok intoleran melakukan ancaman penyerangan dan pengusiran kantor Yayasan Rausyan Fikr Yogyakarta. Berbagai intimidasi lanjutnya juga terjadi terhadap warga Syiah di sejumlah daerah .
Untuk itu Lembaga Bantun Hukum Universalia meminta kepada lembaga negara dan aparat penegak hukum untuk memperhatikan secara serius pola dan naiknya ancaman serta kekerasan terhadap muslim Syiah dengan segera mengambil tindakan preventif maupun represif jika diperlukan.
Menurutnya tidak tegasnya aparat pemerintah dalam menegakan hukum bahkan cenderung memihak telah menyumbang naiknya intoleransi dan kekerasan terhadap muslim Syiah.
"Prinsip-prinsip empat pilar kebangsaan Bhineka Tunggal Ika, NKRI, Pancasila, Undang-undang Dasar itu semua mengatakan tentang toleransi, tentang multikulturalisme, tentang hidup bersama makanya kita pengen hal ini menjadi sorotan," kata Hertasning Ichlas.
Kondisi kelompok minoritas lainnya juga mengalami hal yang sama. Di Singkut, Bengkulu, dua keluarga Ahmadiyah diusir dari kampung halamannya oleh kelompok intoleran yang didukung oleh perangkat desa serta kepala daerah di wilayah itu.
Juru bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia Zafrullah Ahmad Pontoh berharap tidak ada diskriminasi dan juga kekerasan yang dilakukan kelompok intoleran kepada warga Ahmadiyah. Ia juga meminta pemerintah dapat memberikan perlindungan yang maksimal kepada warga Ahmadiyah.
"Harapan kita, apa yang masih kurang diperbaikilah.Selama ini kan masjid kita masih ada yang ditutup, masih ada yang masih mengungsi di tempat yang tidak layak. Ini ditambah lagi dengan pengusiran. Kita berharap ada keadilan," kata Zafrulah Ahmad Pontoh.
Jubir LBH Universalia Hertasning Ichlas menyatakan terus terjadinya kekerasan atas nama agama terhadap kelompok minoritas di Indonesia harus disikapi secara tegas oleh pemerintah, jika tidak lanjutnya dikhawatirkan akan terjadi konflik yang konstan bahkan pertumpahan darah sesama anak bangsa.
Apabila pemerintah terlambat menyikapi hal ini maka tambah Hertasning hak-hak konstitusional warga negara yang terangkum dalam prinsip-prinsip HAM universal seperti jaminan keselamatan untuk hidup, jaminan penghormatan atas berkeyakinan akan kembali tercoreng dan memakan korban.
Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha mengakui masih adanya gesekan atau perselisihan yang terjadi di masyarakat terkait toleransi beragama tetapi jumlahnya tidak banyak. Ditambahkan Julian, Presiden tidak lepas tangan terkait persoalan yang ada.
"Apakah ada tempat lain yang lebih menjanjikan kebebasan dalam hal kehidupan beragama sebaik di Indonesia? Kita bisa lihat kebebasan beragam di kita sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 itu betul-betul dijalankan dan dikelola oleh negara sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Negara tetap hadir didalam untuk menyelesaikan perselisihan," ujar Julian Aldrin Pasha.
Di beberapa tempat selebaran, spanduk, buku yang berisi fitnah dan hasutan kebencian terhadap Syiah ditebar oleh kelompok intoleran. Baru-baru ini kelompok intoleran melakukan ancaman penyerangan dan pengusiran kantor Yayasan Rausyan Fikr Yogyakarta. Berbagai intimidasi lanjutnya juga terjadi terhadap warga Syiah di sejumlah daerah .
Untuk itu Lembaga Bantun Hukum Universalia meminta kepada lembaga negara dan aparat penegak hukum untuk memperhatikan secara serius pola dan naiknya ancaman serta kekerasan terhadap muslim Syiah dengan segera mengambil tindakan preventif maupun represif jika diperlukan.
Menurutnya tidak tegasnya aparat pemerintah dalam menegakan hukum bahkan cenderung memihak telah menyumbang naiknya intoleransi dan kekerasan terhadap muslim Syiah.
"Prinsip-prinsip empat pilar kebangsaan Bhineka Tunggal Ika, NKRI, Pancasila, Undang-undang Dasar itu semua mengatakan tentang toleransi, tentang multikulturalisme, tentang hidup bersama makanya kita pengen hal ini menjadi sorotan," kata Hertasning Ichlas.
Kondisi kelompok minoritas lainnya juga mengalami hal yang sama. Di Singkut, Bengkulu, dua keluarga Ahmadiyah diusir dari kampung halamannya oleh kelompok intoleran yang didukung oleh perangkat desa serta kepala daerah di wilayah itu.
Juru bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia Zafrullah Ahmad Pontoh berharap tidak ada diskriminasi dan juga kekerasan yang dilakukan kelompok intoleran kepada warga Ahmadiyah. Ia juga meminta pemerintah dapat memberikan perlindungan yang maksimal kepada warga Ahmadiyah.
"Harapan kita, apa yang masih kurang diperbaikilah.Selama ini kan masjid kita masih ada yang ditutup, masih ada yang masih mengungsi di tempat yang tidak layak. Ini ditambah lagi dengan pengusiran. Kita berharap ada keadilan," kata Zafrulah Ahmad Pontoh.
Jubir LBH Universalia Hertasning Ichlas menyatakan terus terjadinya kekerasan atas nama agama terhadap kelompok minoritas di Indonesia harus disikapi secara tegas oleh pemerintah, jika tidak lanjutnya dikhawatirkan akan terjadi konflik yang konstan bahkan pertumpahan darah sesama anak bangsa.
Apabila pemerintah terlambat menyikapi hal ini maka tambah Hertasning hak-hak konstitusional warga negara yang terangkum dalam prinsip-prinsip HAM universal seperti jaminan keselamatan untuk hidup, jaminan penghormatan atas berkeyakinan akan kembali tercoreng dan memakan korban.
Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha mengakui masih adanya gesekan atau perselisihan yang terjadi di masyarakat terkait toleransi beragama tetapi jumlahnya tidak banyak. Ditambahkan Julian, Presiden tidak lepas tangan terkait persoalan yang ada.
"Apakah ada tempat lain yang lebih menjanjikan kebebasan dalam hal kehidupan beragama sebaik di Indonesia? Kita bisa lihat kebebasan beragam di kita sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 itu betul-betul dijalankan dan dikelola oleh negara sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Negara tetap hadir didalam untuk menyelesaikan perselisihan," ujar Julian Aldrin Pasha.