Tanpa upaya pengendalian jumlah penduduk yang optimal, penduduk Indonesia diprediksi naik dua kali lipat pada 40 tahun ke depan.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada 40 ke depan akan naik dua kali lipat jika tidak ada upaya pengendalian jumlah penduduk yang optimal.
Hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun, atau lebih besar dari proyeksi awal pemerintah yaitu 234,2 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,27 persen.
Deputi kepala BKKBN Kasmiyati mengatakan di sela-sela peringatan Hari Keluarga Berencana Nasional di Denpasar pada Kamis (19/7), bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi membuat pencapaian kondisi penduduk hidup seimbang akan semakin sulit. Apalagi jumlah keluarga pra-sejahtera di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 13 persen dari sekitar 60 juta keluarga di Indonesia.
“Pada keluarga pra-sejahtera, ada yang kadang-kadang sehari tidak bisa makan, itu mungkin, kemudian yang lantain rumahnya itu dari tanah, ini yang wajib dibantu oleh kita,” ujarnya.
Menurut Kasmiyati, jika upaya pengendalian penduduk melalui program keluarga berencana (KB) gagal, maka Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga setelah Tiongkok dan India. Guna mengoptimalkan program KB, berbagai strategi telah dilakukan pemerintah terutama dalam membantu keluarga pra sejahter, salah satunya dengan menyediakan alat kontrasepsi gratis.
“Alat kontrasepsi itu adalah gratis bagi keluarga miskin yang pasangan usia subur, artinya yang wanita atau istrinya umur 15 hingga 49 tahun. [Alat kontrasepsi gratis] bukan untuk yang tidak pasangan, jadi kita sasaranya itu orang miskin,” ujar Kasmiyati.
Walikota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra menyebutkan secara umum program pengendalian pertumbuhan penduduk di Denpasar cukup berhasil, tetapi akibat terjadinya migrasi, jumlah penduduk kota Denpasar kini mencapai lebih dari 780.000 jiwa.
“Di kota manapun pasti ada migrasi, perputaran penduduk itu tinggi sekali. Yang paling utama karena pertumbuhan ekonomi karena semua orang ingin mencari penghidupan di kota,” ujarnya.
Rai Mantra mengakui tantangan pengendalian penduduk di perkotaan cukup berat, karena selain harus menekan jumlah penduduk juga harus menghadapi kenyataan tingginya tingkat migrasi.
Hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun, atau lebih besar dari proyeksi awal pemerintah yaitu 234,2 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,27 persen.
Deputi kepala BKKBN Kasmiyati mengatakan di sela-sela peringatan Hari Keluarga Berencana Nasional di Denpasar pada Kamis (19/7), bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi membuat pencapaian kondisi penduduk hidup seimbang akan semakin sulit. Apalagi jumlah keluarga pra-sejahtera di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 13 persen dari sekitar 60 juta keluarga di Indonesia.
“Pada keluarga pra-sejahtera, ada yang kadang-kadang sehari tidak bisa makan, itu mungkin, kemudian yang lantain rumahnya itu dari tanah, ini yang wajib dibantu oleh kita,” ujarnya.
Menurut Kasmiyati, jika upaya pengendalian penduduk melalui program keluarga berencana (KB) gagal, maka Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga setelah Tiongkok dan India. Guna mengoptimalkan program KB, berbagai strategi telah dilakukan pemerintah terutama dalam membantu keluarga pra sejahter, salah satunya dengan menyediakan alat kontrasepsi gratis.
“Alat kontrasepsi itu adalah gratis bagi keluarga miskin yang pasangan usia subur, artinya yang wanita atau istrinya umur 15 hingga 49 tahun. [Alat kontrasepsi gratis] bukan untuk yang tidak pasangan, jadi kita sasaranya itu orang miskin,” ujar Kasmiyati.
Walikota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra menyebutkan secara umum program pengendalian pertumbuhan penduduk di Denpasar cukup berhasil, tetapi akibat terjadinya migrasi, jumlah penduduk kota Denpasar kini mencapai lebih dari 780.000 jiwa.
“Di kota manapun pasti ada migrasi, perputaran penduduk itu tinggi sekali. Yang paling utama karena pertumbuhan ekonomi karena semua orang ingin mencari penghidupan di kota,” ujarnya.
Rai Mantra mengakui tantangan pengendalian penduduk di perkotaan cukup berat, karena selain harus menekan jumlah penduduk juga harus menghadapi kenyataan tingginya tingkat migrasi.