Massa pendukung Presiden Brazil berhaluan kanan ekstrem Jair Bolsonaro pada Senin (12/12) mencoba menyerbu markas polisi federal di wilayah ibu kota Brasilia, dalam unjuk rasa menentang penangkapan seorang pemimpin adat dalam ledakan besar pertama kekerasan pascapemilu di negara tersebut.
Video Reuters memperlihatkan mobil-mobil yang terbakar, sebuah bus yang dibakar, serta bunyi ledakan-ledakan dan peluru karet yang ditembakkan.
Para pendukung Bolsonaro tampak mengenakan jersey sepakbola khas negara itu yang berwarna kuning.
Percobaan penyerbuan itu dilakukan setelah Hakim Mahkamah Agung Brazil Alexandre de Moraes, yang memimpin penyelidikan terhadap Bolsonaro dan sekutunya, pada hari Senin memerintahkan penangkapan sementara terhadap José Acácio Serere Xavante karena diduga melakukan tindakan anti-demokratis.
Keputusan itu diambil pada hari yang sama ketika Pengadilan Pemilu Federal (TSE) mengesahkan kemenangan pemilu 30 Oktober lalu yang diraih oleh pesaing Bolsonaro dari sayap kiri, Luiz Inacio Lula da Silva, sebagai presiden. Setelah berbulan-bulan menuduh secara sembarangan bahwa sistem pemilu elektronik di negaranya rentan dicurangi, Bolsonaro belum juga mengaku kalah terhadap Lula, namun pada saat yang sama ia juga tidak menghalang-halangi proses peralihan kekuasaan.
Insiden itu menghidupkan kembali memori akan peristiwa penyerbuan Gedung Kongres Amerika Serikat pada 6 Januari 2021 oleh para pendukung mantan Presiden Donald Trump, idola politik Bolsonaro. Insiden itu juga memunculkan kekhawatiran keamanan pada tanggal 1 Januari mendatang, ketika Lula dilantik sebagai presiden dalam upacara terbuka di Brasilia.
Banyak pendukung Bolsonaro menolak menerima kekalahan dan mendirikan tenda di luar pangkalan militer di seantero negeri, mendesak Angkatan Bersenjata untuk membatalkan hasil pemilu. Xavante, sang pemimpin adat, adalah salah satu orang yang terlibat dalam aksi protes tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, Mahkamah Agung mengatakan bahwa Moraes “memutuskan penangkapan sementara, selama 10 hari, terhadap penduduk asli José Acácio Serere Xavante, karena bukti adanya tindakan kejahatan berupa ancaman, penganiayaan dan penghapusan yang sarat kekerasan terhadap Negara Hukum Demokratis.”
Putusan itu menyebut Xavante telah memimpin unjuk rasa di seantero Brasilia dan telah menggunakan “posisinya sebagai ketua masyarakat adat untuk meminta masyarakat pribumi dan nonpribumi untuk melakukan kejahatan,” mengancam Lula dan para hakim MA. [rd/rs]