Lebih dari seperempat abad, George Quinn, seorang professor dari Australia belajar budaya Indonesia, terutama budaya Jawa. Penghargaan diberikan untuk George yang ikut melestarikan salah satu budaya Indonesia. George prihatin dengan generasi muda di Indonesia yang semakin kurang mempelajari budaya Indonesia.
Berjas abu-abu dengan pin kecil simbol bendera Australia dan Indonesia saling menyilang, Professor George Quinn, mengungkapkan keprihatinannya pada generasi muda di Indonesia yang enggan mempelajari budaya Indonesia yang beragam.
Saat ditemui di kampus UNS Solo, Sabtu (28/10), George dari Universitas Nasional Australia ini menekuni budaya Jawa hampir lebih dari 25 tahun atau seperempat abad dan menghasilkan berbagai penelitian di jurnal ilmiah tentang sejumlah budaya Indonesia antara lain budaya Jawa, Madura, dan tradisi masyarakat Jawa mengunjungi makam Wali Songo.
George yang kini berusia 74 tahun tersebut mengakui perbedaan budaya di Australia dengan budaya Indonesia seringkali membuat dirinya mengalami gegar budaya.
“Penyebab paling utama yaitu, merajalelanya bahasa Inggris sebagai bahasa global, dunia, bahasa Inggris memang sangat penting untuk komunikasi di penjuru dunia. Tetapi kita harus sadar, kita punya bahasa sendiri, di Indonesia, sifat perusak bahasa Inggris, minat pada bahasa Indonesia semakin sedikit, dan bisa punah. Budaya tidak lagi seperti dulu dan tidak akan bisa kembali seperti dulu jika tidak kita yang melestarikannya," jelas George.
"Di Indonesia, warganya malah semakin banyak memilih memakai bahasa Inggris. Saya senang dan bangga bisa mendapat penghargaan karena peduli pada bahasa dan budaya Jawa dari UNS Solo," imbuhnya.
"Saya ingat, pas kuliah di UGM Jogja, saat itu saya berumur 28 tahun, ada mata kuliah wajib bahasa daerah, satu kelas ada 15 orang dan saya sendiri yang dari luar negeri, lainnya dari Jawa. Mau tidak mau saya harus bisa berbahasa Jawa, saya semakin tertarik dengan bahasa dan budaya Jawa. Saya bolak-balik Indonesia-Australia, sejak puluhan tahun lalu, saya masih gegar budaya. Saya beberapa minggu di Indonesia dan pulang ke negara saya, saya juga gegar budaya," lanjut George.
George Quinn, salah satu penerima penghargaan Adikarya Nugraha Dharma Krida Budhaya dari Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo .
Kandidat lainnya yaitu, Professor Nancy K Florida dari Universitas Michigan Amerika Serikat. Nancy meneliti naskah-naskah kuno Jawa. Mulai tahun 1980, Nancy melakukan pekerjaan yang luar biasa yaitu mendokumentasikan naskah-naskah Jawa kuno yang ada di Kraton Kasunanan Surakarta, Istana Mangkunegaran, dan Perpustakaan Radya Pustaka, di Solo.
Hampir tiga perempat juta halaman manuskrip, beberapa di antaranya dalam kondisi buruk susah dibaca, didokumentasikan Nancy. Atas jasanya ia diberikan gelar ningrat atau bangsawan dari Kraton Surakarta. Nancy tercatat sebagai orang Barat pertama yang menerima gelar ningrat atau bangsawan Jawa. Gelar ningrat Nancy dari Kraton Surakarta yaitu Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Budayaningtyas.
UNS sebagai Kampus negeri atau milik pemerintah di Solo itu memberikan penghargaan pada tiga penerima untuk kategori institusi, prestasi sepanjang hayat, dan individul yang dinilai peduli pada pengembangan dan pelestarian budaya Jawa.
Rektor UNS Solo, Professor Ravik Karsidi mengungkapkan ada puluhan kampus dari berbagai negara di dunia yang tercatat membuka studi tentang budaya Jawa. Menurut Ravik, berbagai penelitian tentang budaya Jawa dari kampus itu akan dikumpulkan dalam satu jurnal ilmiah bernama Javanologi.
“Kita launching Javanologi, Javanese culture metric sistem online. Tahun depan, penghargaan ini kita berikan kepada perguruan tinggi di luar negeri yang peduli pada pengembangan dan penelitian budaya Jawa. Setidaknya kita mengidentifikasi ada 30 perguruan tinggi di dunia, yang ada kajian, penelitian, dan pengembangan budaya Jawa. Ini yang bisa kita upayakan untuk mendorong budaya Jawa tidak hanya dimiliki masyarakat Jawa, warga Indonesia, tetapi juga mendunia," kata Professor Ravik Karsidi.
Your browser doesn’t support HTML5
Sementara itu, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan, Hilmar Farid, mengatakan budaya Indonesia semakin mendunia. Hilmar mencontohkan pentas seni gamelan dan tarian beragam budaya Indonesia diminati warga asing untuk dipelajari.
“Ini sangat relevan dengan UU yang baru tentang Pemajuan kebudayaan, UU nomor 5 tahun 2017. Tahun depan, kita akan membuat Festival Gamelan Internasional di Indonesia, tepatnya di Solo ini. Temanya Home coming, artinya semua orang yang pernah belajar tentang gamelan, di masa lalu, sekitar 30-40 tahun lalu, di berbagai negara kita undang," kata Hilmar Farid.
"Yang ada dalam database kami, Festival Gamelan di London, Inggris saja kemarin ada 200-an kelompok seni gamelan, itu baru di Inggris loh. Di Amerika Serikat sekitar 400-an kelompok. Ini untuk memberi kesempatan pada mereka yang pernah belajar gamelan atau ingin mendalami budaya Jawa ketemu langsung dengan guru-guru atau ahli gamelan, budaya Jawa di sini,” imbuhnya. [ys/gp]