Seorang pengacara hak-hak asasi manusia (HAM) terkemuka Thailand, Selasa (26/9), divonis bersalah menghina raja dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Ini adalah hukuman pertama yang dijatuhkan berdasarkan undang-undang (UU) kontroversial untuk menjaga institusi kerajaan sejak pemerintah sipil mulai menjabat setelah bertahun-tahun pemerintahan yang didukung militer.
Arnon Nampa dinyatakan bersalah mencemarkan nama baik Raja Maha Vajiralongkorn dalam rapat umum yang dipimpin mahasiswa pada 14 Oktober 2020. Rapat tersebut digelar untuk memperingati pemberontakan rakyat pada 1973 yang menyebabkan jatuhnya kediktatoran militer yang berlangsung selama satu dekade.
“Saya akan menjalankan tugas saya di dalam dan di luar penjara. Saya ingin menyemangati semua orang yang mendukung saya. Saya ingin semua orang terus berjuang, karena negara kita telah maju. Tidak akan pernah sama lagi," kata Arnon.
Ia mengemukakan keinginannya melihat perjuangan generasi baru yang akan benar-benar mengubah negara tersebut dan menambahkan bahwa perjuangan belum selesai.
BACA JUGA: Putra Raja Thailand Imbau agar Kritik Terhadap Hukum Pencemaran Nama Baik DidengarPengadilan dalam putusannya pada Selasa mengatakan Arnon menyatakan dalam rapat umum itu bahwa jika pertemuan tersebut dibubarkan, itu adalah atas perintah Raja Maha Vajiralongkorn.
Pengadilan mengatakan bahwa pernyataan tersebut salah karena tindakan semacam itu tergantung pada keputusan polisi, dan bahwa karena itu Arnon telah mencemarkan nama baik raja. Pengacara Arnon mengatakan ia akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Arnon masih menghadapi 13 kasus lagi berdasarkan UU lese majeste, yang menetapkan bahwa penghinaan terhadap raja dan keluarga dekatnya diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Ia juga didenda $550 atau sekitar Rp8,5 juta karena melanggar dekrit darurat yang melarang pertemuan umum besar-besaran semasa pandemi virus corona. [uh/lt]