Pengadilan Beijing, Senin pagi (27/11), memulai sidang kompensasi bagi kerabat orang-orang China yang menjadi penumpang pesawat Malaysia Airlines yang hilang pada tahun 2014 dalam penerbangan ke Beijing, kasus yang masih diselimuti misteri setelah hampir satu dekade.
Keamanan diperketat di sekitar Pengadilan Menengah Distrik Chaoyang di ibu kota China dan tidak ada informasi rinci yang tersedia. Polisi memeriksa identitas para jurnalis yang meliput sidang itu dan menempatkan mereka di sebuah area tertutup. Para wartawan itu dapat melihat sanak saudara para korban yang memasuki pengadilan namun tidak dapat berbicara dengan mereka sebelum sidang dimulai.
Belum ada pernyataan dari pengadilan, dan Kementerian Luar Negeri China merujuk segala pertanyaan terkait masalah tersebut kepada otoritas hukum.
“Pemerintah China memberikan perhatian yang tinggi terhadap tindakan lanjutan menyangkut kasus MH370. Kami berharap pihak-pihak terkait mempertahankan komunikasi yang erat dan menanganinya dengan baik,” kata juru bicara kementerian Wang Wenbin pada briefing harian pada hari Senin.
Berbagai teori telah bermunculan tentang nasib pesawat tersebut, termasuk kegagalan mekanis, upaya pembajakan, atau upaya sengaja untuk menenggelamkannya oleh orang-orang yang berada di dalam kokpit, namun hanya sedikit bukti yang ditemukan untuk menunjukkan mengapa pesawat tersebut dialihkan dari rute aslinya dari Kuala Lumpur ke Beijing.
Boeing 777 dengan 227 penumpang dan 12 awaknya diyakini telah jatuh di bagian selatan Samudera Hindia, namun pencarian intensif selama berbulan-bulan tidak menemukan tanda-tanda di mana pesawat itu jatuh dan hanya pecahan-pecahan pesawat yang terdampar di pantai di daerah tersebut.
Di antara penumpang yang berada di dalam pesawat itu, sekitar 150 orang adalah warga negara China.
Beberapa kerabat para korban menolak untuk percaya bahwa pesawat tersebut hilang. Banyak di antara mereka meyakini bahwa pesawat tersebut telah dibawa ke lokasi yang tidak diketahui dan bahwa orang yang mereka cintai masih hidup. Mereka juga menolak menerima uang duka yang relatif kecil jumlahnya dari maskapai penerbangan itu.
Rincian gugatan tersebut masih belum jelas tetapi tampaknya didasarkan pada anggapan bahwa maskapai tersebut gagal mengambil tindakan untuk menemukan pesawat tersebut setelah menghilang dari kontrol lalu lintas udara sekitar 38 menit setelah lepas landas di Laut China Selatan pada malam tanggal 8 Maret 2014.
Mengingat misteri masih menyelimuti kasus tersebut, hingga saat ini masih belum jelas kewajiban finansial apa yang mungkin dimiliki maskapai tersebut. Namun, para kerabat korban mengatakan mereka menginginkan kompensasi atas bencana yang membuat mereka kehilangan orang yang mereka cintai dan menempatkan mereka dalam kesulitan keuangan. [ab/uh]