Dua belas anggota Kopassus terdakwa kasus penyerangan dan pembunuhan tahanan Lapas Sleman mulai disidang di Pengadilan Militer Yogyakarta, Kamis (20/6).
YOGYAKARTA, JAWA TENGAH —
Pengadilan Militer II/11 yang bertempat di Jalan Lingkar Timur, Yogyakarta, mulai menggelar sidang terkait kasus penyerbuan dan pembunuhan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sleman, Kamis (20/6). Sidang ini dibagi dalam empat berkas penuntutan, yang dikelompokkan menurut peran masing-masing terdakwa.
Sidang pertama mengajukan Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik, anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan, Surakarta, yang didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Dalam pembacaan dakwaan oleh Oditur Militer II/11 Yogyakarta yang dipimpin Letkol Sus Budiharto, disebutkan bahwa ketiga terdakwa telah berniat mencari kelompok preman yang telah membunuh rekan mereka, Serka Heru Santoso dan juga menganiaya Sertu Sriyono.
Saat itu, ketiganya tengah berada dalam latihan perang hutan korps Kopassus di Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah. Setelah mengajak sejumlah rekan mereka di barak Kopassus Unit II Kandang Menjangan Kartasura, para terdakwa kemudian bergerak menjelang tengah malam ke Yogyakarta. Dengan menggunakan dua unit mobil, anggota Kopassus ini kemudian melakukan penyerangan, melumpuhkan para sipir, dan dengan leluasa menembak satu persatu dari empat tahanan yang menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan rekan-rekan pelaku di blok Anggrek sel A5 Lapas Sleman.
“Selanjutnya terdakwa I langsung menembak saudara Deki yang saat itu dalam posisi mengangkat tangan setinggi bahu dan juga menembak saudara Juan dengan tembakan double tap, dua tembakan. Melihat saudara Deki dan Juan ditembak oleh terdakwa 1, saudara Dedi lari merangkak ke arah selatan, namun baru sekitar 3 langkah, akhirnya saudara Dedi juga ditembak oleh terdakwa I,” kata Sus Budiharto.
Setelah melakukan pembunuhan, para terdakwa sebagian kembali ke barak, dan sebagian lagi kembali ke tempat latihan mereka di Gunung Lawu. Dalam beberapa hari, pelaku menutup rapat aksi mereka. Baru ketika pihak TNI melakukan penyelidikan internal, keterlibatan mereka terungkap. Barang bukti dalam persidangan ini adalah tiga pucuk senjata laras panjang AK 47, dua pucuk replikasi AK 47 dan satu pucuk replika pistol Sig Sauer.
Kepala Pengadilan Militer Utama Laksamana Muda A.R Tampubolon, selaku pimpinan pengadilan militer se-Indonesia usai persidangan menegaskan peradilan militer menjamin bersikap transparan dalam persidangan kasus ini. Seluruh pihak diminta untuk ikut mengawasi dan menilai sendiri independensi pihak-pihak terkait dalam proses persidangan.
“Jadi, apa yang Anda lihat saat ini adalah sidang yang dilaksanakan oleh Peradilan Militer, yang dilakukan secara terbuka dan transparan, dihadiri oleh kita semua. Tujuan kita adalah membuktikan bahwa penegakan hukum di lingkungan peradilan militer tidak main-main bahwa kita sebagai peradilan militer juga akan melaksanakan tugas-tugas sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," papar A.R Tampubolon.
Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila yang mengikuti jalannya persidangan, memberikan penghargaan atas upaya pelaksanaan persidangan yang transparan. Mengenai dakwaan yang disampaikan Oditur Militer, Komnas HAM tidak akan melakukan campur tangan. Karena proses persidangan telah dimulai, menurut Siti Noor Laila, majelis hakim harus diberi kepercayaan penuh.
“Saya pikir karena ini sudah masuk ke materiil dan persidangan sudah berjalan, perbedaan-perbedaan temuan dari Komnas HAM maupun investigasi dari TNI, kami percayakan dan serahkan sepenuhnya kepada majelis hakim. Kami memberi penghormatan kepada proses peradilan militer, sebagai institusi hukum yang harus kita hormati juga. Jadi, nanti soal obyektifitas, soal fairness, soal proses penegakan hukum berjalan baik atau tidak, ada intervensi atau tidak, nanti biar publik yang memberi penilaian," kata Siti Noor Laila.
Seperti diberitakan sebelumnya, 12 anggota Kopassus telah menyerang dan membunuh empat tahanan Lapas Sleman pada 23 Maret 2013 pukul 01.30. Kedua belas terdakwa itu kemudian dihadapkan ke pengadilan dengan berbagai dakwaan berbeda sesuai peran masing-masing, dari yang terberat berupa pembunuhan berencana hingga yang paling ringan, yaitu tidak melaporkan kondisi berpotensi bahaya kepada atasan.
Sidang hari pertama yang dimulai pukul 10.00 WIB ini dilangsungkan hingga pukul 12:15 ini, dihadiri oleh ratusan masyarakat yang memenuhi ruang sidang dan halaman gedung peradilan. Untuk mempermudah akses menyaksikan persidangan, peradilan militer telah menyediakan sejumlah televisi di sekeliling gedung.
Sidang pertama mengajukan Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik, anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan, Surakarta, yang didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Dalam pembacaan dakwaan oleh Oditur Militer II/11 Yogyakarta yang dipimpin Letkol Sus Budiharto, disebutkan bahwa ketiga terdakwa telah berniat mencari kelompok preman yang telah membunuh rekan mereka, Serka Heru Santoso dan juga menganiaya Sertu Sriyono.
Saat itu, ketiganya tengah berada dalam latihan perang hutan korps Kopassus di Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah. Setelah mengajak sejumlah rekan mereka di barak Kopassus Unit II Kandang Menjangan Kartasura, para terdakwa kemudian bergerak menjelang tengah malam ke Yogyakarta. Dengan menggunakan dua unit mobil, anggota Kopassus ini kemudian melakukan penyerangan, melumpuhkan para sipir, dan dengan leluasa menembak satu persatu dari empat tahanan yang menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan rekan-rekan pelaku di blok Anggrek sel A5 Lapas Sleman.
“Selanjutnya terdakwa I langsung menembak saudara Deki yang saat itu dalam posisi mengangkat tangan setinggi bahu dan juga menembak saudara Juan dengan tembakan double tap, dua tembakan. Melihat saudara Deki dan Juan ditembak oleh terdakwa 1, saudara Dedi lari merangkak ke arah selatan, namun baru sekitar 3 langkah, akhirnya saudara Dedi juga ditembak oleh terdakwa I,” kata Sus Budiharto.
Setelah melakukan pembunuhan, para terdakwa sebagian kembali ke barak, dan sebagian lagi kembali ke tempat latihan mereka di Gunung Lawu. Dalam beberapa hari, pelaku menutup rapat aksi mereka. Baru ketika pihak TNI melakukan penyelidikan internal, keterlibatan mereka terungkap. Barang bukti dalam persidangan ini adalah tiga pucuk senjata laras panjang AK 47, dua pucuk replikasi AK 47 dan satu pucuk replika pistol Sig Sauer.
Kepala Pengadilan Militer Utama Laksamana Muda A.R Tampubolon, selaku pimpinan pengadilan militer se-Indonesia usai persidangan menegaskan peradilan militer menjamin bersikap transparan dalam persidangan kasus ini. Seluruh pihak diminta untuk ikut mengawasi dan menilai sendiri independensi pihak-pihak terkait dalam proses persidangan.
“Jadi, apa yang Anda lihat saat ini adalah sidang yang dilaksanakan oleh Peradilan Militer, yang dilakukan secara terbuka dan transparan, dihadiri oleh kita semua. Tujuan kita adalah membuktikan bahwa penegakan hukum di lingkungan peradilan militer tidak main-main bahwa kita sebagai peradilan militer juga akan melaksanakan tugas-tugas sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," papar A.R Tampubolon.
Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila yang mengikuti jalannya persidangan, memberikan penghargaan atas upaya pelaksanaan persidangan yang transparan. Mengenai dakwaan yang disampaikan Oditur Militer, Komnas HAM tidak akan melakukan campur tangan. Karena proses persidangan telah dimulai, menurut Siti Noor Laila, majelis hakim harus diberi kepercayaan penuh.
“Saya pikir karena ini sudah masuk ke materiil dan persidangan sudah berjalan, perbedaan-perbedaan temuan dari Komnas HAM maupun investigasi dari TNI, kami percayakan dan serahkan sepenuhnya kepada majelis hakim. Kami memberi penghormatan kepada proses peradilan militer, sebagai institusi hukum yang harus kita hormati juga. Jadi, nanti soal obyektifitas, soal fairness, soal proses penegakan hukum berjalan baik atau tidak, ada intervensi atau tidak, nanti biar publik yang memberi penilaian," kata Siti Noor Laila.
Seperti diberitakan sebelumnya, 12 anggota Kopassus telah menyerang dan membunuh empat tahanan Lapas Sleman pada 23 Maret 2013 pukul 01.30. Kedua belas terdakwa itu kemudian dihadapkan ke pengadilan dengan berbagai dakwaan berbeda sesuai peran masing-masing, dari yang terberat berupa pembunuhan berencana hingga yang paling ringan, yaitu tidak melaporkan kondisi berpotensi bahaya kepada atasan.
Sidang hari pertama yang dimulai pukul 10.00 WIB ini dilangsungkan hingga pukul 12:15 ini, dihadiri oleh ratusan masyarakat yang memenuhi ruang sidang dan halaman gedung peradilan. Untuk mempermudah akses menyaksikan persidangan, peradilan militer telah menyediakan sejumlah televisi di sekeliling gedung.