Sebuah pengadilan di Myanmar pada Selasa (29/11) menunda putusannya dalam persidangan terhadap pemimpin terguling Aung San Suu Kyi, untuk memberi kesempatan bagi seorang saksi tambahan.
Pengadilan setuju dengan mosi pembela agar mengizinkan seorang dokter yang sebelumnya tidak dapat datang ke pengadilan untuk menambahkan kesaksiannya, kata seorang pejabat hukum.
Putusan ini akan menjadi yang pertama bagi peraih hadiah Nobel berusia 76 tahun itu sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari, menangkapnya dan menghalangi partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi untuk memulai masa jabatan kedua.
Ia juga menghadapi persidangan atas serangkaian tuduhan lainnya, termasuk korupsi, yang dapat membuatnya dihukum penjara puluhan tahun apabila terbukti bersalah.
BACA JUGA: Myanmar Tuntut Suu Kyi atas Dugaan Kecurangan PemiluPengadilan dijadwalkan mengeluarkan putusan pada Selasa (30/11) atas tuduhan penghasutan dan melanggar restriksi terkait virus corona.
Hakim menunda persidangan hingga 6 Desember, sewaktu saksi baru, Dr. Zaw Myint Maung, dijadwalkan memberikan kesaksian, kata pejabat hukum yang berbicara dengan syarat anonim karena pemerintah telah membatasi informasi mengenai persidangan itu. Tidak jelas kapan putusan akan dikeluarkan.
Banyak yang menganggap kasus-kasus itu dibuat-buat untuk mendiskreditkan Suu Kyi dan mencegahnya mencalonkan diri dalam pemilu mendatang. Konstitusi melarang siapapun yang dijatuhi hukuman penjara untuk menduduki jabatan tinggi atau menjadi anggota parlemen.
NLD meraih kemenangan telak dalam pemilu November lalu. Militer, yang partai-partai sekutunya kehilangan banyak kursi, mengklaim tentang kecurangan besar-besaran dalam pemungutan suara. Akan tetapi para pemantau pemilu independen tidak mendeteksi adanya penyimpangan besar.
Suu Kyi masih sangat populer dan menjadi simbol perjuangan melawan penguasa militer.
Pengambilalihan kekuasaan oleh militer dihadapi dengan demonstrasi tanpa kekerasan di berbagai penjuru negara itu, yang ditumpas oleh pasukan keamanan dengan kekuatan mematikan, menewaskan hampir 1.300 warga sipil, menurut penghitungan yang dilakukan Asosiasi Bantuan bagi Tahanan Politik.
BACA JUGA: Junta Myanmar Tentang Tekanan Internasional, Tolak Suu Kyi DikunjungiDengan restriksi ketat terhadap protes tanpa kekerasan, perlawanan bersenjata tumbuh di kota-kota dan desa sampai-sampai para pakar PBB memperingatkan bahwa negara itu sedang mengarah ke perang saudara.
Suu Kyi, yang meraih Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991 karena perjuangannya yang tanpa kekerasan untuk demokrasi, belum terlihat di depan umum sejak dibawa ke tahanan pada hari militer melakukan pengambilalihan kekuasaan. Ia telah tampil di pengadilan pada beberapa persidangannya, yang tertutup bagi media dan hadirin.
Pada Oktober lalu, para pengacara Suu Kyi, yang menjadi satu-satunya sumber informasi mengenai proses hukumnya, mendapat perintah yang melarang mereka mengeluarkan informasi mengenai hal tersebut. [uh/ab]