Pengadilan Moskow, Selasa (6/2) memerintahkan penangkapan seorang penulis novel detektif terkenal atas tuduhan “membenarkan terorisme,” dua bulan setelah ia dikelabui oleh dua aktivis pro-Kremlin saat menyatakan dukungannya kepada Ukraina melalui pembicaraan telepon.
Pengadilan Distrik Basmanny Moskow memerintahkan Grigory Chkhartishvili, yang dikenal dengan nama pena Boris Akunin dan tinggal di luar negeri, untuk dipenjarakan setelah dia ditangkap.
Pada bulan Desember, pihak berwenang Rusia menambahkan penulis kelahiran Georgia namun berkewarganegaraan Rusia itu ke dalam daftar “ekstremis dan teroris” Rusia karena percakapan telepon tersebut.
Dalam pembicaraan itu, Akunin bercakap-cakap dengan dua orang bernama Vovan dan Lexus yang menyamar sebagai pejabat Ukraina. Ia tidak menyadari bahwa keduanya adalah aktivis pro-Kremlin. Dalam pembicaraan telepon tersebut, Akunin digambarkan mendukung Ukraina dan “mendiskreditkan militer Rusia”.
Mendiskreditkan militer Rusia merupakan tindak pidana berdasarkan undang-undang yang disahkan setelah Rusia mengirim pasukannya ke Ukraina pada Februari 2022. Undang-undang tersebut sering digunakan untuk melawan kritikus Kremlin
Akunin sendiri tinggal di London, sehingga kecil kemungkinan ia bisa ditangkap.
Setelah pihak berwenang mencap Akunin sebagai ekstremis, salah satu penerbit terkemuka Rusia, AST, mengumumkan bahwa mereka menangguhkan pencetakan dan penjualan buku-bukunya. Dalam sebuah pernyataan online, Akunin menggambarkan langkah penerbitnya sebagai “tonggak penting,” dan mengatakan bahwa penulis Rusia sebelumnya belum pernah ada yang dituduh melakukan terorisme sejak masa kediktatoran pemimpin Uni Soviet Josef Stalin.
Pada hari yang sama, para kerabat musuh utama Kremlin, Alexei Navalny, melaporkan bahwa politisi dan aktivis antikorupsi tersebut telah ditempatkan di sel terisolasi di sebuah penjara terpencil di Arktik, tempat ia menjalani hukuman 19 tahun penjara.
Sekretaris pers Navalny, Kira Yarmysh, tidak merinci alasannya, namun mengatakan bahwa Navalny telah menghabiskan waktu berbulan-bulan di sel isolasi itu sejak dia dipenjara pada tahun 2021, dan menghadapi hukuman lebih dari dua puluhan kali karena pelanggaran kecil seperti tidak mengancingkan seragam penjaranya dengan benar.
Navalny, 47, telah berada di balik jeruji besi sejak Januari 2021, sewaktu dia kembali ke Moskow setelah memulihkan diri di Jerman dari keracunan zat saraf yang ditudingnya didalangi oleh Kremlin. Sejak saat itu, ia telah menerima tiga hukuman penjara, termasuk atas tuduhan ekstremisme, penipuan, dan penghinaan terhadap pengadilan.
Navalny dan sekutu-sekutunya menyatakan tuduhan-tuduhan itu bermotif politik, dan menuduh Kremlin berusaha memenjarakannya seumur hidup. [ab/ns]