Proses pengadilan terhadap tokoh hak-hak sipil Turki terkemuka Osman Kavala dilanjutkan Senin (17/1), hari ke-1.539 penahanannya, tanpa partisipasinya.
Sidang itu berlangsung dua hari sebelum tenggat yang ditetapkan Dewan Eropa bagi Turki untuk membebaskan Kavala. Mahkamah HAM Eropa itu memutuskan pada 2019 bahwa hak-hak Kavala telah dilanggar dan memerintahkan pembebasannya. Tetapi Turki telah berulang kali menolak untuk melakukannya, terakhir pada sidang akhir Desember.
Filantropis tersebut, yang saat ini ditahan di Penjara Silivri di pinggiran Istanbul, mengatakan pada Oktober bahwa ia tidak akan lagi menghadiri persidangan melalui konferensi video karena ia tidak lagi memiliki keyakinan bahwa ia akan menerima persidangan yang adil.
Kavala, 64, dituduh mendanai protes antipemerintah nasional pada 2013 dan membantu mengatur upaya kudeta tiga tahun kemudian. Ia membantah tuduhan-tuduhan itu, yang bisa membuatnya dikenai hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.
Ia dibebaskan pada Februari 2020 dari tuduhan terkait dengan aksi protes di Taman Gezi pada 2013. Saat para pendukung menunggu pembebasannya, Kavala ditangkap kembali dengan tuduhan baru. Pembebasan itu kemudian dibatalkan dan Kavala dikenai tuduhan yang berkaitan dengan upaya kudeta pada 2016.
Sidang itu kini merupakan bagian dari kasus gabungan yang melibatkan 51 terdakwa lainnya, termasuk para penggemar klub sepak bola Besiktas yang dibebaskan enam tahun lalu dari tuduhan terkait protes Gezi sebelum keputusan itu juga dibatalkan.
BACA JUGA: Filantropis Turki Diadili Atas Dakwaan Terlibat KudetaSolidaritas Taksim, sebuah kelompok yang membela aksi protes di Taman Gezi, mengatakan menjelang sidang itu, bahwa aksi protes 2013 yang menuntut demokrasi berlangsung damai, dan sesuai konstitusi tidak dapat dinodai melalui peradilan.
Baru-baru ini, kasus Kavala juga menyebabkan krisis diplomatik antara Turki dan 10 negara Barat, termasuk Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman, setelah mereka menyerukan pembebasannya.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara terbuka meremehkan Kavala, dan menuduhnya sebagai kaki tangan miliarder dermawan AS George Soros, yang dituduh Erdogan berada di balik pemberontakan di banyak negara. Oktober lalu, ia mengancam akan mengusir para diplomat Barat karena ikut campur dalam urusan internal Turki.
Keputusan Mahkamah HAM Eropa pada 2019 menyatakan, pemenjaraan Kavala bertujuan untuk membungkam dirinya dan para pembela HAM lainnya dan tidak didukung oleh bukti pelanggaran. [ab/uh]