Pengadilan banding Hong Kong memutuskan bahwa sebuah lagu protes kini ilegal untuk dinyanyikan atau diputar di kota itu. “Glory to Hong Kong” (Kemuliaan Bagi Hong Kong) muncul sebagai lagu wajib bagi para pengunjukrasa selama protes besar-besaran antipemerintah pada tahun 2019.
Hakim Jeremy Poon dalam putusan hari Rabu (8/5) memihak pemerintah, dengan mengatakan sang komposer bermaksud menjadikan lagu itu sebagai “senjata.”
Larangan itu mencakup siapa pun yang menyiarkan atau mengedarkan lagu tersebut dengan maksud mempromosikan kemerdekaan Hong Kong atau membuat pernyataan menyesatkan tentang lagu itu sebagai lagu resmi kota tersebut.
Lagu itu telah secara keliru diputar pada berbagai acara olahraga sebagai lagu kebangsaan resmi Hong Kong. Kota itu tidak memiliki lagu kebangsaan sendiri, tetapi menggunakan lagi kebangsaan China daratan, “March of the Volunteers” (Mars Sukarelawan).
Putusan Hakim Poon itu membalik putusan sebelumnya yang dikeluarkan tahun lalu oleh pengadilan tinggi, dengan menyebut masalah kebebasan berpendapat dalam putusannya.
Pemerintah mengajukan permohonan ke pengadilan tahun lalu untuk meminta agar lagu itu dilarang, setelah Google dan penyedia layanan internet lain menolak menghapusnya dari daftar hasil pencarian.
Larangan ini merupakan tindakan terbaru pemerintah untuk membungkam para pembangkang sejak Beijing meloloskan UU keamanan menyeluruh untuk Hong Kong pada tahun 2020 sebagai tanggapan atas protes di sana. UU itu menghukum siapa pun yang diduga melakukan tindak terorisme, separatisme, subversi atas kekuasaan negara atau berkolusi dengan kekuatan asing.
Sejak UU itu berlaku, ratusan aktivis prodemokrasi telah ditangkap, diadili dan dipenjarakan. Masyarakat sipil yang dulu aktif di kota itu kini dibungkam. [uh/em]