Pengadilan Tolak Praperadilan Mahasiswa Papua

  • Nurhadi Sucahyo

Aparat keamanan berjaga di PN Sleman, kehadirannya sempat diprotes penggugat (Foto: VOA/Nurhadi)

Permohonan praperadilan penetapan stasus tersangka mahasiswa asal Papua di Yogja, Obby Kogoya, ditolak oleh hakim Pengadilan Negeri Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta hari Selasa siang, diwarnai dengan penjagaan ketat aparat kepolisian. Bahkan, Emanuel Gobay, pengacara dari LBH Jogja yang menjadi pembela hukum Obby Kogoya, sempat meminta hakim bersikap atas kondisi itu. Gobay memprotes keberadaan empat personel Brimob Polda DIY bersenjata laras panjang, yang berdiri di belakang hakim di ruang persidangan.

Hakim Muhammad Baginda Rajaka Harahap pun meminta maaf dan mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui pengerahan pasukan kepolisian di komplek pengadilan. Pengamanan semacam itu memang tidak pernah dilakukan dalam sidang-sidang lainnya. Dia kemudian meminta empat personel Brimob untuk keluar ruang sidang.

Setelah membaca putusan setebal 92 halaman selama hampir 1,5 jam, Hakim Harahap menyatakan menolak permohonan praperadilan oleh Obby Kogoya. Menurut hakim, polisi telah bertindak sesuai aturan hukum yang berlaku dalam proses penangkapan itu. Dia juga menilai, jika memang dirasa ada tindakan yang melanggar HAM dalam proses penangkapan, kasus tersebut dapat disidangkan dalam perkara yang berbeda.

“Memperhatikan Pasal 1, ayat 17 dan 19, pasal 77 sampai 83 KUHAP, Undang-Undang No 8 tahun 1981. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2012 tanggal 28 April 2012, dan UU serta peraturan hukum lain yang bersangkutan dengan perkara ini. Mengadili, menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon untuk seluruhnya,” kata Muhammad Baginda Rajaka Harahap.

Pengacara kepolisian menyambut baik keputusan yang diambil Hakim Harahap. Penata Heru Nurcahya, menegaskan seluruh proses penangkapan memang telah sesuai dengan aturan hukum yang ada. Obby Kogoyo dalam kasus ini telah ditangkap tangan oleh aparat kepolisian. Syarat-syarat yang berlaku dalam proses tangkap tangan semacam itu, berbeda dengan proses hukum kasus lain.

Heru menambahkan, polisi berhak memeriksa terlebih dahulu dan menetapkan tersangka, sedangkan barang bukti yang dibutuhkan untuk melengkapi, bisa diusahakan dalam waktu secepatnya.

“Ini sudah sesuai dengan pasal 111 KUHAP tentang tertangkap tangan, karena awal mulanya memang dalam tangkap tangan itu. Karena untuk aturan tangkap tangan memang berbeda, seperti halnya ahli yang diajukan oleh pemohon sendiri juga mengamini bahwa dalam hal tangkap tangan itu aturannya berbeda. Penentuan tersangkanya tidak harus didahului dengan calon tersangka. Nah, itu yang selalu kita dalilkan sejak awal, dan ternyata hakim membenarkan dalil-dalil kita dan dijadikan pertimbangan dalam keputusan beliau,” kata Heru Nurcahya.

Sementara itu, Emanuel Gobay, pengacara Obby Kogoya dari LBH Jogja menilai, penggunaan dalil tangkap tangan dalam kasus ini tidak sepenuhnya bisa dilakukan. Pihak kepolisian mengedepankan proses tangkap tangan itu menurutnya karena ingin melindungi tindakan aparatnya di lapangan yang melakukan berbagai pelanggaran. Gobay memaparkan, selama persidangan yang digelar sepanjang satu minggu itu sudah terungkap berbagai pelanggaran dalam proses penangkapan itu.

Karena tidak dimungkinkan adanya banding dalam sidang pra-peradilan, menurut Gobay langkah selanjutnya yang bisa dilakukan adalah mengawal proses persidangan. Namun, dari proses persidangan yang terjadi, pihaknya kini mengetahui siapa saja yang sudah melakukan tindak kekerasan terhadap Obby Kogoya.

Aparat terduga pelaku kekerasan ini telah dijadikan saksi oleh pihak kepolisian dalam kasus tersebut. Gobay dan tim pengacara akan menempuh upaya hukum secara terpisah, untuk dugaan penganiayaan oleh oknum polisi.

“Dan tentunya harus ada upaya hukum terkait penganiayaan, pengeroyokan dan juga penyiksaan yang dialami oleh klien kami, yang jelas-jelas dilakukan oleh pihak kepolisian. Perlu diketahui bahwa penyiksaan yang saya sebutkan, itu sudah masuk di dalam salah satu temuan Komnas HAM. Penyiksaan itu jelas merupakan bagian dari pelanggaran HAM, karena yang melakukan adalah aparat negara,” kata Emanuel Gobay.

Your browser doesn’t support HTML5

Pengadilan Tolak Praperadilan Mahasiswa Papua

Obby Kogoya dituduh melanggar Pasal 212 KUHPidana tentang perbuatan melawan aparat negara dengan kekerasan, juncto Pasal 213 ayat 1 dan Pasal 351 tentang penganiayaan. Kasus ini terjadi ketika polisi mengamankan aksi damai mahasiswa di asrama Papua Jogja, pada 15 Juli 2016 lalu.

Upaya pengamanan itu menciptakan ketegangan selama dua hari dan bahkan mengundang polemik lebih jauh mengenai dukungan gerakan Papua Merdeka di Yogyakarta dan sekitarnya. [ns/ab]