Rakyat Iran bergabung dalam protes di jalan-jalan Teheran dan kota-kota lainnya yang memasuki hari ketiga berturut-turut, Senin (13/1), setelah pemerintah Iran mengaku menembak jatuh jet penumpang Ukraina hari Rabu lalu, yang menewaskan seluruh 176 orang di dalamnya. Pemerintah Iran sebelumnya bersikukuh bahwa tuduhan mengenai serangan misil itu merupakan propaganda Barat.
Pemerintah Iran kini menghadapi tekanan yang kian besar dari dalam maupun luar negeri, tetapi belum jelas apakah protes-protes itu akan berubah menjadi demonstrasi antipemerintah besar-besaran.
Protes-protes dimulai hari Sabtu (11/1) sewaktu masyarakat yang berkumpul di Teheran menujukkan kemarahan mereka terhadap penguasa Iran. Ratusan orang kembali lagi hari Senin (13/1) menyusul seruan di media sosial. Mereka meneriakkan ‘Mundur’ dan “Matilah para pembohong’. Polisi antihuru-hara dikerahkan di tempat-tempat umum di berbagai penjuru ibukota Iran itu.
Berbagai video yang diposting di media sosial, yang belum diverifikasi secara independen oleh VOA, memperlihatkan demonstrasi yang menyebar ke kota-kota Isfahan dan Rasht. Tampaknya kemarahan publik meluas terhadap upaya awal pemerintah yang membantah bertanggung jawab atas penembakan jatuh pesawat Ukraine International Airlines itu.
“Saya hanya dapat mengatakan bahwa bantahan dan menutup-nutupi kebenaran, selama tiga hari terakhir, sangat menambah penderitaan dan kedukaan keluarga,” kata Zahra Razeghi, warga Teheran.
Seorang warga Teheran lainnya, Saeed, mengemukakan, “Media kami berupaya menggambarkan penyebab kecelakaan adalah karena masalah teknis, karena alasan politik dan kepentingan mereka. Tetapi perkembangan berikutnya mengubah segalanya dan mereka harus menyampaikan yang sebenarnya.”
Duta besar Inggris sempat ditahan sebentar hari Sabtu. Ia mengatakan sedang menghadiri acara renungan bagi para korban kecelakaan, tetapi ia kemudian pergi sewaktu protes dimulai. Sementara itu para demonstran propemerintah berkumpul di luar kedutaan besar Inggris pada hari Minggu untuk menuntut agar ia diusir.
Presiden AS Donald Trump mencuit dukungan bagi demonstrasi antipemerintah, dan memperingatkan Teheran agar tidak melakukan apa yang ia sebut pembantaian lainnya terhadap demonstran damai.
Kantor berita Iran Fars menyatakan demonstran telah merobek-robek poster Qassem Soleimani, jenderal yang tewas dalam serangan drone AS lebih dari sepekan silam.
Iran menanggapi tewasnya Soleimani dengan serangan misil terhadap dua pangkalan militer yang digunakan pasukan Amerika dan Barat di Irak.
Pesawat Ukraina secara tidak sengaja dihantam misil beberapa saat setelah lepas landas dari bandara Teheran pada Rabu dini hari. Beberapa orang memfilmkan insiden itu dengan ponsel mereka.
Selama tiga hari Iran membantah telah menembak jatuh pesawat itu. Bukti-bukti yang kian banyak dari para penyelidik kecelakaan membuat pemerintah Iran mengubah pernyataannya. Panglima Korp Garda Revolusi Iran, yang bertanggungjawab atas insiden itu, berbicara kepada para legislator di parlemen pada hari Minggu.
Jenderal Hossein Salami mengatakan, “Kita dulu berperang dengan Amerika dan masih hingga sekarang. Kami adalah prajurit negara ini dan pengabdi rakyat ini. Saya bersumpah demi Tuhan yang Maha Kuasa bahwa saya berharap ada di dalam pesawat itu dan jatuh bersama mereka dan terbakar, dan tidak menyaksikan insiden tragis ini.”
Pemerintah Iran tampaknya sedang tersandung satu krisis ke krisis berikutnya. Pertama, pembunuhan jenderal seniornya oleh AS, dan kemudian kecaman global yang kian besar terkait penanganannya mengenai serangan rudal terhadap pesawat Ukraina. Sekarang Iran menghadapi tekanan yang kian besar dari rakyatnya sendiri. [ab/uh]