Pengamat pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengatakan realisasi produksi batu bara nasional pada triwulan satu 2021 telah melampaui target, dari rencana 550 juta ton batu bara menjadi 625 juta ton batu bara. Jumlah tersbeut mengalami kenaikan produksi sebesar 75 juta ton batu bara.
Karena itu, ia memperkirakan kenaikan harga batu bara dari kisaran 80 dolar Amerika per ton menjadi 200 dolar Amerika per ton akan memberi keuntungan bagi perusahaan dan negara.
"Negara karena ada devisa di situ. Kedua perusahaan batubara, karena ketika produksi besar-besaran dengan harga tertinggi sepanjang sejarah jual beli batu bara 240 dolar per ton. Saya kira ini potensi ekonomi SDA bagi perusahaan dan pemerintah luar biasa," jelas Ahmad Redi ke VOA, Rabu (6/10).
Kendati demikian, Redi menyebut kenaikan harga batu bara tersebut tidak berlaku untuk PLN. Alasannya pemerintah sudah mengatur ketentuan harga khusus untuk PLN karena menyangkut hajat hidup orang banyak yaitu sekitar 70 dolar Amerika per ton.
Ia juga tidak khawatir kenaikan harga batu bara akan mengganggu ketersediaan batu bara di dalam negeri. Sebab sudah ada ketentuan bagi perusahaan pertambagangan yang mewajibkan 25 persen produksinya bagi kebutuhan dalam negeri.
BACA JUGA: Dicolek "Coldplay", Bagaimana Komitmen Jokowi Dalam Upaya Memerangi Krisis Iklim?"Jadi tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak menjual di dalam negeri. Silakan 75 persennya diekspor, tapi 25 persen harus di dalam negeri," tambahnya.
APBI : Tidak Semua Perusahaan Batu Bara Menikmati Profit
Sementara Direktur Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan tidak semua perusahaan batu bara dapat menikmati keuntungan saat terjadi kenaikan harga batu bara. Sebab, sejumlah perusahaan batu bara telah terikat kontrak dengan harga dan waktu tertentu. Dengan demikian, yang dapat menikmati keuntungan hanya perusahaan yang menjual batu bara secara langsung.
"Tapi tetap apapun skemanya baik langsung ataupun kontrak, (kenaikan) ini menguntungkan. Dan negara dapat berkah dari penerimaan negara yang meningkat, sehingga neraca perdagangan kita bagus," jelas Hendra kepada VOA, Kamis (7/10).
Hendra menambahkan kenaikan harga batu bara juga akan memperkuat nilai rupiah karena mendapat topangan dari devisa ekspor batu bara. Namun, Hendra juga mengingatkan agar perusahaan melakukan investasi untuk transisi energi. Karena beban perusahaan akan bertambah dari sisi pajak dan royalti yang akan dinaikkan. Belum lagi, kata dia, harga batu bara yang tinggi ini dapat sewaktu-waktu turun.
"Ini sekarang kita lagi berkah, tapi kalau dihitung lima tahun terakhir ya lebih banyak negatif. Karena harga tidak stabil," tambahnya.
Potensi Kerusakan Lingkungan
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional Merah Johansyah mengatakan kenaikan harga batu bara telah memicu produksi batu bara.
Kata dia, hal ini berdampak pada kerusakan lingkungan di wilayah pertambangan batu bara. Antara lain di Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Jambi. Belum lagi, penambangan ilegal batu bara untuk mengambil untuk saat harga sedang melambung tinggi.
BACA JUGA: Kasus Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan, Koalisi Masyarakat Ajukan Kasasi"Kalimantan Timur sangat terdampak karena batu bara ilegal digali dan dikeruk di tempat pemukiman penduduk dan mengusik kenyamanan warga," tutur Merah Johansyah kepada VOA, Minggu (10/10).
Merah Johansyah menambahkan praktik penambangan batu bara ilegal sulit diberantas karena diduga melibatkan oknum aparat. Meskipun praktik tersebut terlihat kasat mata oleh masyarakat.
Your browser doesn’t support HTML5
Bahkan, kata dia, masyarakat turun tangan sendiri karena aparat penegak hukum tidak bertindak dalam menghadapi pertambangan batu bara ilegal. Sebagai contoh Warga Desa Muang, Samarinda, Kalimantan Timur yang kemarin mengalami musibah banjir yang diduga berasal dari tambang batu bara. (sm/em)