Tony Roshan Samara dari Universitas George Mason di Virginia dalam 10 tahun ini telah melacak evolusi salah satu kota penyelenggara, Cape Town. Sebuah stadion baru yang menelan biaya lebih dari 600 juta dolar dibangun disana guna memenuhi standar kompetisi itu untuk menjadi tuan rumah pertandingan semifinal.
“Di kota di mana orang bersusah payah menyediakan perumahan, pendidikan, jasa konseling narkoba, di sebuah kota yang menangani wabah methamphetamine mengerikan, menghabiskan uang sebanyak itu untuk membangun stadion merupakan soal alokasi sumber daya," jelas Samara.
Apakah ini merupakan alokasi sumberdaya yang bijaksana bagi pertandingan sepakbola yang hanya 90 menit, padahal kota ini berusah payah menghadapi semua isu sosial dan pembangunan ini?” tanya Samara lebih jauh.
Samara, yang kini menulis buku mengenai Cape Town, mengatakan untuk mempersiapkan Piala Dunia, para tuna wisma dipindahkan ke sebuah kamp di luar pusat kota.
Ahli sosiologi dari Universitas George Mason itu juga mengacu pada ratusan pedangang kaki lima yang telah dipindahkan jauh dari stadion baru tersebut.
“Lokasi stadion itu tadinya adalah tempat pertemuan sekitar 800 pedagang setiap minggu untuk berjualan. Dulunya lokasi itu adalah sebuah pasar setidaknya selama 20 tahun, mungkin lebih. Kini sepertinya para pedagang itu pergi untuk selamanya.”
Samara mengatakan Piala Dunia dipresentasikan sebagai kesempatan ekonomi bagi rakyat Afrika Selatan. Tetapi, ia berpendapat hal ini semakin memecah masyarakat yang di masa pasca-apartheid ini memang sudah terpecah.
James Stewart, seorang ekonom Amerika dan pakar tentang Afrika, baru kembali dari Afrika Selatan. Ia juga prihatin mengenai implikasi jangka panjang atas begitu besarnya perhatian para pejabat Afrika Selatan pada sebuah acara olahraga.
“Mereka menghabiskan sejumlah besar dana yang sebenarnya bisa digunakan untuk memperbaiki kehidupan orang yang paling berkekurangan. Dan jelas di Afrika Selatan, jumlah orang kekurangan dan miskin sangat tinggi,” ujar Stewart.
Stewart beranggapan Afrika Selatan akan menjadi tuan rumah Piala Dunia yang baik, dan mementaskan sebuah peragaan baik bagi semua Afrika. Tetapi ia menambahkan bahwa banyak lagi yang masih harus dilakukan.
Stewart mengatakan ia melihat kesamaan antara Amerika dan Afrika Selatan. Katanya ada kesamaan tantangan dalam membahas pembangunan baru, dengan menjamin agar para anggota masyarakat yang tidak berkecukupan secara ekonomi tidak menjadi semakin rentan.
Sejumlah pandangan serupa muncul di internet menjelang Piala Dunia. Seorang penulis, yang heran mengapa banyak sekali uang dihabiskan untuk pertandingan itu, mengatakan ia gemar sepakbola tetapi jiwa manusia lebih penting.
Pakar-pakar ekonomi lainnya, para penyelenggara sepakbola dan pejabat Afrika Selatan mengatakan Piala Dunia akan membawa banyak kesempatan ekonomi sekarang dan nanti bagi rakyat Afrika Selatan dan Afrika pada umumnya, dengan mendatangkan perhatian atas perbaikan infrastruktur, potensi pariwisata dan industri telepon seluler yang marak di benua itu.