Pengamat: Usul Menempatkan Kepolisian di Bawah Kemendagri Tak Jamin Netralitas dan Profesionalisme

  • Fathiyah Wardah

FILE - Polisi berjalan di depan mural kampanye Pemilu 2019 di Banda Aceh, 17 Maret 2019. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Sejumlah pakar menyatakan wacana penempatan Kepolisian di bawah Kementerian Dalam Negeri tidak menjamin netralitas dan profesionalisme.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyuarakan protes mengenai aparat Kepolisian Indonesia yang dinilai tidak netral dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada 27 November lalu. Partai berlambang kepala banteng ini menuding kepolisian cawe-cawe dalam kontestasi tersebut.

Tudingan itu disampaikan setelah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung PDIP di empat provinsi strategis, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara dipastikan kalah meski KPU baru mengumumkan hasil resminya pada Jumat pekan ini (6/12). Oleh karena itu PDIP mengusulkan kepolisian yang saat ini berada di bawah presiden, ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri.

Kritik Tajam

Gagasan PDIP itu memicu polemik. Peneliti di Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Ruminto mengatakan wacana untuk menempatkan kepolisian di bawah Kementerian Dalam Negeri bukan pertama kali digulikan. Dua tahun lalu, lanjutnya, Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional Agus Widjojo juga pernah mengusulkan hal serupa. Namun Bambang mengatakan wacana tersebut sulit untuk diwjudkan jka dilihat dari sistem hukum di Indonesia.

"Dalam perundangan kita (usulan itu) tidak dimungkinkan karena sesuai Tap (Nomor) 6 MPR Tahun 2000 sudah dinyatakan kepolisian berada di bawah presiden. Kalau terkait usulan Polri di bawah Panglima TNI, itu lebih jauh lagi, jelas menjauh dari amanat refrmasi 1998. Kalau sebagai sebuah wacana, sah-sah saja kita terima," katanya kepada VOA, Selasa (3/12).

FILE - Polisi mengatur arus lalu lintas di dekat baliho bertuliskan selamat datang untuk Paus Fransiskus di Jakarta pada 2 September 2024. (Bay Ismoyo/AFP)

Bambang menyatakan yang menjadi masalah saat ini adalah soal netralitas aparat kepolisian. Dia menekankan kepolisian di bawah presiden atau di bawah Kementerian Dalam Negeri akan sama saja selama sistem kontrol dan pengawasannya tidak kuat sehingga akan dimanfaatkan. Ini soal integritas pucuk pimpinan masing-masing lembaga, baik kepolisian atau lembaga yang menaunginya.

Menurutnya yang harus didorong adalah penguatan lembaga Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dengan menambah kewenangannya, tidak sekadar untuk memberikan masukan kepada presiden terkait pembinaan Kapolri dan memberi masukkan kepada Kapolri mengenai kebijakan-kebijakan kepolisian; tetapi juga kewenangan untuk melakukan penyidikan, memberikan sanksi, dan kewenangan untuk mengusulkan pemberhentikan kapolri.

Soal ketidaknetralan polisi dalam pilkada serentak, yang tampak dalam bentuk kriminalisasi terhadap aparat desa dan intimidasi terhadap para pendukung salah satu pasangan calon, perlu diselidiki. Terlebih karena hal ini juga terjadi dalam pemilu legislatif dan presiden.

Apa Latar Belakang Usul PDI-Perjuangan?

Sementara itu pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas Charles Simabura lebih fokus hal yang melatarbelakangi usul PDIP. Apabila latar belakang dikarenakan polisi tidak netral dalam pemiihan presiden dan pemilihan kepala daerah, maka menurutnya belum ada urgensinya untuk menempatkan kepolisian di bawah Kementerian Dalam Negeri.

Your browser doesn’t support HTML5

Pengamat: Usul Menempatkan Kepolisian di Bawah Kemendagri Tak Jamin Netralitas dan Profesionalisme

Sebab tidak ada jaminan polisi di bawah kementerian tersebut menjadi netral dan profesional. Karena itu, Charles mengatakan usulan PDIP tersebut harus dikaji lebih mendalam dan tidak cukup dengan dasar polisi tidak netral dalam pemilihan kepala daerah.

"Isu yang terbesar itu sebenarnya bagaimana polisi kita itu bekerja lebih profesional dan lebih menampilkan karakter sipilnya ketimbang karakter militernya. Karena hari-hari ini kerja polisi sudah sedikit agak muncul lagi karakter militernya itu. Kalau ini yang menjadi pendorong, mungkin bisa dipertimbangkan," ujarnya.

Charles menekan bagi dirinya tidak penting kepolisian mau ditaruh di bawah lembaga mana, yang penting netralitas kepolisian itu merupakan hal yang wajib dan ada tindakan tegas terhadap pelanggaran netrralitas yang dilakukan oleh polisi.

Untuk meningkat profesionalisme polisi, dia mendorong DPR untuk menjalankan fungsinya menggunakan hak angket untuk bertanya kepada presiden tentang dugaan cawe-cawe kepolisian dalam pemilihan kepala daerah, supaya tuduhan itu tidak menjadi fitnah meski dugaan itu disuarakan hanya oleh satu partai politik.

FILE - Anggota polisi khusus mempersiapkan patroli keamanan di sekitar kawasan turis di Kuta, dekat Denpasar, Bali pada 23 Maret 2017. (Sonny Tumbelaka/AP)

Menurut Charles, kepolisian harus menjelaskan di depan DPR soal netral atau tidaknya kepolisian dalam pemilihan kepala daerah agar tidak terus menjadi polemik di masyarakat.

DPR Tidak Setuju dengan Usul PDI-Perjuangan

Sementara itu Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan mayoritas fraksi di komisinya tidak sepakat dengan wacana untuk meletakan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri.

“Mayoritas fraksi di Komisi III menyampaikan, 7 dari 8 fraksi menyatakan tidak sepakt dengan usulan tersebut,”ujarnya. Seraya melanjutnya artinya hanya PDIP yang menginginkan wacana tersebut.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga secara tegas menyatakan pihaknya keberatan jika institusi Polri berada di bawah kementeriannya. Menurutnya pemisahan Polri di bawah Kementerian maupun lepas dari ABRI merupakan buah dari reformasi.

Ia menegaskan Polri di bawah langsung presiden merupakan hasil reformasi. Oleh karena itu, ia tidak setuju terkait bergulirnya isu tersebut. [fw/em]