TikTok adalah platform yang disukai oleh ketiga pasang capres-cawapres ketika mereka mencoba menjangkau jutaan pemilih muda di Indonesia menjelang pencoblosan 14 Februari.
TikTok memiliki 125 juta pengguna di Indonesia, dan telah menjadi sumber informasi politik kedua paling banyak digunakan di negara ini setelah televisi, menurut jajak pendapat Indikator Politik Indonesia.
Fauzan Habib, juru kampanye media sosial untuk calon presiden, Prabowo Subianto, mengatakan, “Tarian ‘gemoy’ ini cukup viral, karena diperkenalkan bahkan dilakukan sendiri oleh Pak Prabowo dan ternyata banyak disukai masyarakat, karena sepertinya saat ini masyarakat lebih menyukai model kampanye bahagia, salah satunya adalah menari,” kata dia.
Saingan Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, juga meningkatkan kehadiran masing-masing di aplikasi itu untuk menjawab pertanyaan dalam siaran langsung, atau berbagi video pertemuan yang menyentuh hati para pemilih.
Namun para ahli mengatakan TikTok juga dibanjiri dengan konten bermasalah yang berupaya memanipulasi pemilih muda.
Endah Triastuti, peneliti komunikasi di Universitas Indonesia, mengatakan banyak pemilih muda mungkin tidak menyadari bahwa Prabowo Subianto telah menyangkal tuduhan pelanggaran hak asasi manusia selama ia menjabat sebagai komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
“Kaum muda yang menjadi sasaran rebranding ini tidak memahami konteks sejarah dan politik dalam ekosistem politik Prabowo. Hal ini sesuai dengan narasi di TikTok seperti, kalau dia memang melanggar HAM, kenapa dia tidak pernah dipenjara?,” ujar dia.
Gambar manipulasi dan video ‘deepfake’ para kandidat juga beredar luas.
TikTok mengatakan di situs webnya bahwa kebijakannya adalah menghapus “informasi yang salah yang berbahaya” dan bekerja sama dengan pengecek fakta untuk menandai atau menghilangkan unggahan terkait. Iklan politik dan penggalangan dana dilarang.
Hampir 205 juta orang terdaftar untuk memberikan suara dalam pemungutan suara pada hari Rabu (14/2) ini. [lt/ns]