Pengawas antipencucian uang global mengatakan pada Kamis (17/10) bahwa mereka akan mengubah kriteria peninjauannya untuk berfokus pada negara-negara yang memiliki risiko lebih besar terhadap sistem keuangan internasional.
Gugus Tugas Aksi Keuangan (FATF), sebuah organisasi yang berbasis di Paris yang meninjau upaya lebih dari 200 negara dan yurisdiksi untuk mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme, menyusun “daftar abu-abu” negara-negara yang menjadi sasaran peningkatan pemantauan transaksi keuangan.
Organisasi tersebut mengatakan bahwa pihaknya “telah membuat perubahan besar pada kriteria untuk menempatkan negara-negara pada daftarnya untuk mengurangi tekanan pada negara-negara yang paling kurang berkembang, dan fokus pada negara-negara yang menimbulkan risiko lebih besar terhadap sistem keuangan internasional.”
Sembilan dari 21 negara yang saat ini berada pada daftar abu-abu FATF termasuk di antara negara-negara yang dianggap PBB sebagai negara-negara yang paling kurang berkembang.
BACA JUGA: ICW: Mayoritas Pelaku Korupsi Divonis Ringan Sepanjang 2023FATF mengatakan akan meninjau negara-negara yang paling kurang berkembang hanya jika pihaknya menganggap mereka memiliki risiko pencucian uang, pendanaan teroris, atau pendanaan proliferasi yang signifikan.
Organisasi itu menambahkan bahwa perubahan tersebut dapat mengurangi setengah jumlah negara yang paling kurang berkembang pada daftar abu-abunya. Tinjauan yang lebih terarah juga dapat membantu meningkatkan dukungan bagi negara-negara kurang berkembang, yang perlu mengembangkan kapasitas kelembagaan mereka untuk memerangi pencucian uang, katanya.
Mereka juga mencatat bahwa negara-negara tersebut sangat merasakan hilangnya pendapatan pajak karena aliran keuangan gelap.
FATF mengatakan akan fokus meninjau anggotanya dengan pendapatan lebih tinggi dan aset sektor keuangan besar.
FATF dijadwalkan mengadakan pertemuan berikutnya di Paris pada minggu depan. [ns/ka]