Pengembangan Vaksin pada Monyet Pengidap SIV Bisa Percepat Pembuatan Vaksin HIV

  • Jessica Berman

Pengembangan vaksin yang melindungi monyet dari simian immunodeficiency virus (SIV), diharapkan bisa menjurus pada pengobatan AIDS yang lebih baik, dan mempercepat pembuatan vaksin HIV yang ampuh (foto: ilustrasi).

Para peneliti telah mengembangkan satu vaksin yang melindungi monyet Rhesus dari simian immunodeficiency virus, sejenis virus HIV yang menyerang monyet, dengan mana eksperimen tersebut dapat menjurus pada pengobatan AIDS yang lebih baik, dan mempercepat pembuatan vaksin HIV yang ampuh.

Berdasarkan hasil uji coba vaksin AIDS di Thailand yang dilaporkan pada tahun 2009, para peneliti mengembangkan vaksin dua tahap yang terbuat dari protein yang berasal dari simian immunodeficiency virus atau SIV yang melindungi sejumlah besar monyet Rhesus dari penyakit tersebut. SIV menjadi model untuk HIV karena virus manusia itu tidak dapat menular kepada monyet.

Kolonel Nelson Michael adalah pakar virus molekul untuk Program Penelitian HIV di Lembaga Walter Reed Army, dan peneliti senior yang terlibat.

Ia mengatakan, "Kami sekarang punya bukti kuat, dengan vaksin generasi baru yang kami lihat, jenis yang menjanjikan keberhasilan pada hewan, yang akan mendorong kita menggunakan sumber daya yang besar untuk menguji vaksin ini pada manusia, sesuai dengan rencana kami."

Para peneliti mula-mula memberi monyet laboratorium itu vaksin primer yang sudah direkayasa yang berisi protein. Enam bulan kemudian diberi vaksin penyokong yang berisi protein yang sama. Vaksin tersebut direkayasa secara genetika untuk menggunakan virus berbeda yang tidak berbahaya untuk membawa protein SIV.

Vaksin itu juga mengandung sisa-sisa vaksin eksperimen sebelumnya yang diyakini para peneliti membuat SIV itu lebih efektif, yaitu bagian luar bungkus virus.

Setiap minggu setelah monyet Rhesus itu diberi vaksin para peneliti berusaha menulari monyet itu dengan jenis SIV yang agresif.

Vaksin tersebut mengurangi kemungkinan hewan itu tertular sampai 80 persen. Setelah berulang kali, akhirnya semua hewan itu tertular, tetapi menurut Michael, virus dalam darah mereka lebih sedikit dibanding monyet yang tidak diberi vaksin.

Anthony Fauci, Direktur Lembaga Nasional Amerika untuk Penanganan Alergi dan Penyakit Menular memperingatkan bahwa obat-obat yang dikembangkan melalui eksperimen hewan sering menunjukkan hasil yang berbeda pada manusia. Tetapi Fauci yakin penelitian itu merupakan langkah penting untuk membuat vaksin AIDS manusia.

"Hasilnya bagus dan memberi wawasan yang berarti mengenai jenis respon yang ingin kita dapat atau induksi dari manusia dengan vaksin yang setara," ujar Fauci.

Uji coba versi manusia untuk vaksin monyet dua tahap ini sedang dilakukan guna melihat keamanan dan keefektifannya. Jika berjalan dengan baik, uji coba vaksin HIV pada manusia dalam jumlah lebih rencananya akan dilakukan tahun depan pada orang dewasa yang sehat di Amerika, Afrika timur, Afrika Selatan dan Thailand.

Artikel Nelson Michael dan koleganya mengenai vaksin SIV ini dimuat dalam jurnal Nature.