Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendorong pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), sebagai instrumen hukum yang komprehensif untuk mengendalikan tembakau. Dina Kania, selaku National Profesional Officer for Tobacco Free Initiative, WHO, mengatakan, aksesi FCTC diperlukan untuk memperkuat aturan yang telah ada mengenai pengendalian tembakau di Indonesia.
Menurut Dina Kania, FCTC memungkinkan perlindungan bagi kesehatan masyarakat, melalui pengendalian permintaan, harga dan cukai, kemasan dan pelabelan, iklan atau promosi dan sponsor rokok, serta perlindungan dari asap. Selain pengendalian permintaan, perlu juga dilakukan pengendalian penawaran, termasuk upaya melarang penjualan rokok pada anak dibawah umur.
“Beberapa komponen memang sudah ada tapi masih ada juga hal-hal yang belum terakomodir dalam regulasi domestik seperti larangan iklan promosi dan sponsor rokok. Dalam Undang-undang Penyiaran kita kan iklan rokok masih dibolehkan, dalam Undang-undang Pers juga masih dibolehkan. Kemudian cukai rokok kita juga, kita punya batas maksimal 57 persen di Undang-undang Cukai, sementara memang WHO mendorong agar efektif pengendalian tembakaunya, dia minimal kan 2 per 3 dari harga (rokok),” jelas Dina.
Masalah kesehatan dan kematian akibat rokok, menjadi perhatian serius aktivis anti rokok di Indonesia. Hal ini dipengaruhi tingginya angka kematian akibat rokok, yaitu 6 juta orang di dunia setiap tahunnya, yang pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 8 juta orang atau 1 kematian setiap 6 detik. Sementara di Indonesia, terdapat 600.000 kematian prematur setiap tahun akibat terpapar asap rokok, 430.000 menimpa orang dewasa, dimana 64 persen adalah perempuan dan 28 persen adalah anak-anak.
Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Widyastuti Soerojo mengatakan, pengendalian tembakau khususnya rokok perlu disikapi serius oleh pemerintah, agar tidak semakin banyak anak usia remaja dan yang lebih muda lagi yang menjadi korban dari rokok.
“Semakin muda dia merokok semakin panjang dia akan merokok, dan semakin panjang waktunya bagi dia itu komulasi zat-zatnya lebih banyak daripada dia mulai merokok misalnya umur 30, dia umur lebih muda maka dia lebih panjang, lebih panjang lebih menguntungkan buat industri rokok,” kata Widyastuti.
Produksi tembakau indonesia pada tahun 2015 menurut data Kementerian Pertanian sebanyak 363.000 ton dengan produk rokok yang dihasilkan sebanyak 360 milyar batang per tahun 2014. Pengendalian tembakau menurut Widyastuti Soerojo, dipastikan tidak akan mempengaruhi petani tembakau, karena di negara produsen tembakau yang telah meratifikasi FCTC produksi tembakaunya malah meningkat.
Widyastuti mendorong pemerintah dan semua elemen masyarakat melakukan gerakan pengendalian tembakau, melalui inovasi pemanfaatan tembakau selain untuk produk rokok. Pengalihan pemanfaatan produk tembakau dapat tetap mendatangkan pendapatan bagi petani tembakau, karena tembakau dapat dimanfaatkan untuk produk selain rokok yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Bisa saja untuk insectisida, pestisida organik, tapi itu sudah agak jarang karena dianggap memberikan polusi yang cukup besar untuk alam, tidak terlalu dianjurkan ke sana, industri rumah tangga oke tapi tidak untuk massal. Yang kedua untuk insulin, beberapa mengatakan untuk kosmetik, tapi yang pernah dicoba, diuji coba adalah untuk insulin. Kalau untuk membuat insulin tidak semudah yang kita perkirakan karena dia membutuhkan investasi biaya tinggi,” paparnya.
Warga Surabaya, Zamroni Fauzan, mendukung upaya pengendalian tembakau, khususnya untuk mencegah anak-anak dan remaja mengkonsumsi rokok. Menurutnya, kepedulian masyarakat pada isu kesehatan semakin rendah, karena banyak membiarkan anak usia sekolah membeli dan mengkonsumsi rokok secara bebas.
“Kita itu abai, kita itu tidak peduli dengan lingkungan sekitar, kita memposisikan diri kita sebagai orang tua misalnya, kita kurang kontrol dengan putra-putri kita atau dengan anak-anak kita sehingga ketika mereka berada di luar mereka melakukan aktivitas merokok bersama teman-temannya. Lalu yang kedua adalah masyarakat, masyarakat ini bahkan mungkin lebih tidak peduli lagi, kalau dulu melihat anak kecil itu saja merokok ditegur, meski pun itu bukan orang tuanya, nah kalau sekarang ini seakan-akan menjadi pembiaran," kata Zamroni.