Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Hong Kong menggunakan langkah-langkah “pencucian otak” untuk menderadikalisasi para aktivis prodemokrasi yang kini dipenjara, demikian pengakuan dua eks tahanan yang pernah menjadi aktivis kepada VOA Cantonese.
Istilah “deradikalisasi” dan taktik-taktik yang digunakan mirip dengan apa yang dilakukan oleh penguasa China di Xinjiang dan sejumlah kelompok minoritas Muslim lainnya yang ditahan dalam kamp.
Warga Hong Kong ini yang merupakan mantan tahanan itu mengatakan kepada VOA Cantonese bahwa ketika mereka sedang menjalani hukuman, para penguasa memaksa mereka menonton video yang memuji China sebagai sebuah pemerintahan yang terdiri dari pekerja sosial dalam rangka mengubah pandangan politik mereka.
Beijing menumpas gerakan prodemokrasi di Hong Kong pada 2020 lewat penerbitan Undang-undang Keamanan yang menyasar banyak hak-hak, seperti kebebasan pers, yang membuat Hong Kong berbeda dari wilayah China lainnya.
Para pembela hak-hak asasi yang dihubungi VOA mengatakan langkah-langkah deradikalisasi tersebut mirip dengan yang digunakan di Xinjiang dan ditujukan untuk menghentikan orang-orang dari menentang atau mengkritik pemerintah. Penggunaan taktik-taktik ini akan diteruskan jika masyarakat internasional tidak mengungkapkan keprihatinannya, demikian menurut para aktivis itu.
Wong Kwok-hing, komisioner dari Lembaga Permasyarakatan Hong Kong mengatakan, ketika menjawab pertanyaan dari anggota parlemen Hongkong, tertanggal 14 April, bahwa lapas Hong kong akan mengidentifikasi kebutuhan khusus setiap tahanan selama proses deradikalisasi berlangsung dan mencocokkan setiap tahanan dengan program rehabilitasi yang sesuai guna membantu para tahanan memulihkan nilai-nilai yang benar dan menggantikan “pikiran dan perilaku yang radikal.” [jm/ps]