Keluarga-keluarga yang tinggal di Gaza berusaha sebaik mungkin untuk merayakan Idulfitri di tengah perang Israel-Hamas yang masih terus berkecamuk setelah enam bulan.
Di Deir al-Balah, kota di Gaza tengah, sekelompok perempuan bersama-sama membuat camilan manis untuk anak-anak, sambil berharap bisa mendapat sedikit penghasilan.
Ahlam Saleh, salah seorang pembuat kue asal Kota Gaza, mengatakan, “Kami kehilangan seluruh hidup kami. Bahkan jika kami pulang ke Gaza dan mereka mendirikan kembali bangunan-bangunan untuk kami dan membangun kembali Gaza, siapa yang akan mengembalikan orang-orang di dalamnya? Siapa yang akan membangkitkan kembali mereka yang tewas, yang mati syahid, yang dihapus dari catatan sipil? Siapa yang akan mengembalikan kenangan dan semua hal ini?”
Sementara itu, keluarga Al-Mashharawi asal Kota Gaza menghibur diri dengan membuatkan kue kering untuk semua orang yang tinggal di tenda-tenda pengungsi di Rafah untuk membangkitkan semangat Idulfitri.
Beberapa di antara mereka berkumpul mengelilingi api kecil untuk melihat Aya Al-Mashharawi, yang berusia 24 tahun, mempertahankan tradisi membuat kue kering Idulfitri, termasuk maamoul, dengan menggunakan oven darurat di sela-sela tenda di sana.
Aya, yang kehilangan kakek dan beberapa sepupunya dalam perang Israel di Gaza, mengaku hanya ingin membuat anak-anak bahagia.
“Kami, tujuh perempuan, memulai proyek Maamoul dan kue kering ini untuk membantu situasi ekonomi negara ini, yang sangat sulit selama perang. Keluarga saya masih berada di Kota Gaza – ayah, kakak, adik dan suami saya ada di Kota Gaza, dan tidak ada yang membantu kami secara finansial. Itu sebabnya kami memutuskan untuk memulai proyek ini, untuk sedikitnya menutup pengeluaran kami selama perang.”
BACA JUGA: Jelang Idulfitri, Warga Gaza Kekurangan PanganIdulfitri dirayakan hari Rabu (10/4) hingga Jumat (12/4). Perayaannya adalah salah satu yang paling dinantikan dalam kalender Islam, ketika para keluarga berkumpul untuk makan bersama sambil bertukar hadiah.
Akan tetapi, tahun ini perayaan di Gaza terjadi selagi perang tidak menunjukkan pertanda akan berhenti, di mana sudah lebih dari 33.000 warga Palestina di Gaza tewas akibat serangan Israel sejak perang kembali pecah Oktober lalu.
Perang itu dimulai pada 7 Oktober, ketika militan Hamas menyerbu Israel selatan dan menewaskan sekitar 1.200 orang.
Your browser doesn’t support HTML5
Di Muwasi, Gaza selatan, situasinya lebih suram. Anak-anak berlarian tanpa alas kaki di sela-sela banyak tenda yang kini menjadi rumah bagi puluhan ribu warga Palestina yang mengungsi. Hanya sedikit di antara mereka yang masih berminat merayakan Idulfitri tahun ini.
Ramy Alwan, yang tinggal di salah satu tenda di Muwasi, menuturkan, “Tentu tidak ada Idulfitri. Tidak ada apa pun yang bisa dibeli untuk Idulfitri dan kami tidak mampu membelinya kalau pun ada. Dulu, pada masa-masa seperti ini, kami biasanya membuat camilan, pakaian, segala persiapan, juga roti Ka’ak untuk Idulfitri. Tapi sekarang kami tinggal di dalam tenda hampir tanpa adanya pasokan kebutuhan dasar sehari-hari. Kami hidup dalam kondisi yang sangat buruk.”
Perundingan perdamaian di Kairo tidak banyak mengalami kemajuan. Israel dan Hamas masih berselisih mengenai sejumlah isu penting. Kelompok militan itu menuntut diakhirinya perang sepenuhnya sebelum kesepakatan pembebasan sandera yang mereka culik pada 7 Oktober disetujui. [rd/ka]