Sedikitnya 95 penjaga perbatasan Myanmar, beberapa di antaranya cedera, melarikan diri ke Bangladesh selama beberapa hari ini, sementara pertempuran meningkat antara pasukan pemberontak di Myanmar dan rezim junta, kata para pejabat di Bangladesh, Senin (5/2).
Sejak melancarkan kudeta terhadap pemerintah terpilih pada tahun 2021, junta menghadapi tantangan terbesarnya, berupaya mengatasi pemberontakan berdarah di mana berbagai kelompok antijunta yang didukung pemerintah bayangan yang prodemokrasi merebut beberapa kota dan pos militer.
Suara tembakan dapat didengar dari seberang perbatasan Myanmar di distrik wisata Cox’s Bazar, di bagian tenggara Bangladesh, di mana hampir satu juta anggota kelompok minoritas Muslim dari Myanmar tinggal di gubuk-gubuk dari plastik dan bambu setelah melarikan diri dari tindakan keras militer di sana pada tahun 2017.
Para anggota Polisi Penjaga Perbatasan Myanmar (BGP) memasuki Bangladesh dengan membawa senjata mereka. Lima belas di antaranya mengalami luka tembak sewaktu mereka menyeberangi perbatasan, kata Shariful Islam, juru bicara BGP, Senin (5/2). Ia menambahkan bahwa mereka yang terluka dirawat di berbagai rumah sakit.
Tentara BGP dapat ditampung di distrik Bandarban di dekatnya sebelum mereka dikirim kembali ke Myanmar, kata Mohammed Mizanur Rahman, komisaris repatriasi dan bantuan pengungsi Bangladesh yang berbasis di Cox’s Bazar. “Saya bertanya apakah BGP dapat berlindung dengan aman di kamp-kamp transit yang dibangun di Bandarban untuk memulangkan para pengungsi Rohingya. Kamp-kamp itu kosong,” lanjut Rahman.
Peluru dan mortir dari perbatasan di sisi Myanmar mendarat di wilayah Bangladesh pada hari Senin, menewaskan sedikitnya dua orang, kata seorang pejabat pemerintah di Cox’s Bazar.
“Seorang perempuan Bangladesh dan seorang Rohingya tewas dan seorang anak-anak cedera di dekat perbatasan akibat mortir yang ditembakkan dari Myanmar,” kata Mohammad Shamsud Douza, wakil pejabat pemerintah Bangladesh yang bertanggung jawab dalam urusan pengungsi.
Banyak warga di perbatasan di sisi Bangladesh yang telah melarikan diri karena takut ke rumah-rumah kerabat mereka yang jauh dari kekerasan, katanya.
Suasana panik mencengkeram kamp-kamp pengungsi di Myanmar. Banyak di antara pengungsi yang menunggu untuk menyeberang ke Bangladesh karena rantai pasokan terputus akibat konflik yang terus berlangsung, menurut para pengungsi Rohingya di Bangladesh.
“Sesekali kami mendengar suara tembakan dari Myanmar. Sebagian Muslim Rohingya ingin melarikan diri ke sini karena mereka terus menerus hidup dalam ketakutan tanpa kebutuhan dasar,” kata pengungsi Rohingya Oli Hossain.
“Bahkan kami pun hidup dalam ketakutan karena suara tembakan.” [uh/ns]